PENILAIAN AUTENTIK
A. HAKIKAT PENILAIAN AUTENTIK
Penilaian merupakan proses sistematis
dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasl untuk menentukan seberapa
jauh seorang peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan (Nurgiyantoro,
2011:22) Istilah otentik, dapat berarti dan sekaligus
menjamin objektivitas, nyata, benar-benar hasil tampilan peserta didik, akurat,
dan bermakna. Adapun untuk penilaian otentik sebenarnya sudah lama dikenal
dalam dunia pendidikan, walau di Indonesia hal itu terkesan baru. Ia baru naik
daun dan ramai-ramai dibicarakan setelah pelaksanaan KTSP menyarankan penggunaan
pembelajaran kontekstual, dan di pihak lain, penggunaan strategi pembelajaran
itu menunjuk penggunaan penilaian otentik dalam hal pengukuran hasil
pembelajaran peserta didik.
Penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari perencanaan maupun pelaksanaan proses pelaksanaan guru.
Penilaian pembelajaran pada kurikulum 2013 diarahkan pada penilaian autentik.
Dalam penilaian autentik, diperhatikan keseimbangan antara penilaian kopetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sesuai dengan dengan perkembangan
karakteristikpeserta didik sesuai dengan jejangnya. Secara sederhana, penilaian autentik sering disebut dengan authentic assessment. Authentic assessment adalah
satu asesmen hasil belajar yang menuntut peserta didik menunjukkan presentasi
dan hasil belajar berupa kemampuan dalam kehidupan nyata dalam bentuk kinerja
atau hasil kerja (Supardi, 2013:165). Dalam asesmen konvensional anak
ditanyakan bagaimana sikap dan prilaku mereka terhadap orang yang lebih tua.
Berbeda pada authentic assessment.
Maka sikap dan prilaku peserta didik terhadap orang yang lebih tua dapat
dinilai melalui observasi ketika peserta didik berbicara dengan penjaga
sekolah, penjaga kantin, tenaga pendidik, guru dan kepala sekolah.
Secara lebih luas penilaian autentik didefinisikan sebagai penilaian
yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses (process), dan keluarga (output)
pembelajaran (Permendiknas nomor 66 tahun 2013). Penilaian
otentik (authentic assessment)
menekankan pada kemampuan pe serta didik
untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna.
Kegiatan penilaian tidak sekadar menanyakan atau menyadap pengetahuan yang
telah diketahui pembelajar, melainkan berkinerja secara nyata dari pengetahuan
dan keterampilan yang telah dikuasai.
Sebagaimana dinyatakan Mueller
(Nurgiyantoro, 2011:23) penilaian otentik merupakan: a form of assessment in which students are asked to perform real-world
tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and Skills. Jadi, penilaian otentik merupakan suatu
bentuk tugas yang menghendakj pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia
nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan
keterampilan. Atau menurut Stiggins yang dikutip Muller (Nurgiyantoro,
2011:23), penilaian otentik merupakan penilaian kinerja (perfomansi) yang
meminta pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu
yang mempakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.
Penilaian otentik merupakan penilaian terhadap
tugas-tugas yang menyerupai kegiatan membaca dan menulis sebagaimana halnya di
dunia nyata dan di sekolah. Tujuan penilaian itu adalah untuk mengukur berbagai
keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di
mana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan. Misalnya, penugasan kepada
pembelajar untuk membaca berbagai teks aktual-realistik, menulis topik-topik
tertentu sebagaimana halnya di kehidupan
nyata, dan berpartisipasi konkret dalam diskusi atau bedah buku, menulis untuk
jurnal, surat, atau mengedit tulisan sampai siap cetak. Dalam kegiatan itu,
baik materi pembelajaran maupun penilaiannya terlihat atau bahkan memang
alamiah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian
model ini menekankan pada pengukuran kinerja, doing something, melakukan sesuatu yang merupakan penerapan ilmu
pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis. Penilaian otentik menuntut
pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan
mengkreasikan jawaban atau produk. Peserta didik tidak sekadar diminta merespon
jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk mampu
mengreasikan dan menghasilkan jawaban sendiri yang dilatarbelakangi oleh
pengetahuan teoretis. Dalam penilaian kemampuan bersastra misalnya, pembelajar
mampu menganalisis karakter tokoh dalam sebuah flksi, mempertanggungjawabkan
kinerjanya tersebut secara argumentatif, membuat resensi teks kesastraan, dan
lain-lain.
Penilaian otentik mementingkan penilaian
proses dan penilaian hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan peserta
didik dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa
adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi
pula amat banyak kinerja peserta didik yang ditampilkan selama berlangsungnya
kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan
sejalan dengan berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Cara penilaian juga bermacam-macam,
dapat menggunakan model non tes dan tes sekaligus, serta dapat dilakukan kapan
saja bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Namun, semuanya harus tetap
terencana secara baik. Misalnya, dengan memberikan tes (ulangan) harian,
latihan-latihan di kelas, penugasan, wawancara, pengamatan, angket, catatan
lapangan/harian, portofolio, dan lain-lain.
B.
KARAKTERISTIK PENILAIAN
AUTENTIK
Penilaian autentik khususnya dalam sistem penilaian pada kurikulum 2013 memiliki cirri-ciri,
yaitu belajar tuntas, autentik, berkesinambungan, menggunakan teknik yang
bervariasi, dan berdasarkan acuan kriteria (Direktor Pendidikan Madrasah Dirjen Pendis
2013).
Belajar tuntas dimaksudkan bahwa sebelum peserta didik menguasai kompetensi pada
kategori pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), tidak diperkenankan
mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Asumsi dalam belajar tuntas adalah peserta
didik yang belajar labat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama,
dibandingkan peserta, dibandingkan peserta didik dengan tingkat kemampuan sedang dan tinggi.
Autentik dalam arti penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan
kriteria horistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap). Serta penekanan pada pengukuran apa yang dapat dilakukan peserta didik.
Menurut Kunandar bahwa karakteristik penilaian autentik dapat aspek kondisi
peserta didik. Artinya, dalam melakukan penilaian autentik guru perlu menilai
input (kondisi awal) peserta didik, proses (kinerja dan aktivitas peserta didik
dalam proses belajar mengajar), dan autput
(hasil pencapaian kompetensi, baik sikap pengetahuan maupun keterampilan yang
dikuasai atau ditampilkan peserta didik setelah mengikuti proses belajar
mengajar).
Berkesinambungan bahwa, penilaian bertujuan mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil terus-menerus dalam bentuk penilaian proses, dan berbagai
jenis ulangan secara berkelanjutan. Berdasarkan acuan kriteria bahwa penilaian,
bahwa peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi
dibandingkan terhadap criteria yang ditetapkan, seperti ketuntasan minimal,
yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing pada awal tahun pelajaran.
Pemilihan teknik penilaian pada penilaian autentik dipilih secara
bervariasi disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing pencapaian kompetensi yang hendak dicapai.
Penilaian autentik menggunakan berbagai teknik penilaian meliputi, tertulis,
lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, pengamatan, dan penilaian diri
(Kunandar, 2013:42).
1.
Bisa
digunakan untuk formatif dan sumatif. Artinya, penilaian autentik dapt
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi terhadap satu atau beberapa
kompetensi dasar (formatif) maupun pencapaian kompetensi terhadap standard
kompetensi atau kompetensi inti dalam satu semester (sumatif)
2.
Mengukur
keterampilan performansi, bukan mengingat fakta. Artinya, penilaian autentik
itu ditunjuan untuk mengukur pencapaian kompetensi yang menekankan aspek
keterampilan (skill) dan kinerja (performance), bukan hanya mengukur kompetensi
yang sifatnya mengingat fakta (hafalan dan ingatan).
3.
Berkesinabungan
ddan terintegrasi. Artinya, dalam melakukan penilaian autentik harus secara
berkesinambungan (terus-menerus) dan merupakan satu kesatuan secara utuh
sebagai alat untuk mengumpulkan informassi terhadap pencapaian kompetensi
peserta didik.
4.
Dapat
digunakan sebagai feedback. Artinya,
penilaian autentik yang dilakukan oleh guru-guru dapat digunakan sebagai
umpan balik terhadap pencapaian
kompetensi peserta didik secara komprehensif.
Berdasarkan karakteristiknya diatas penting untuk menjadi perhatian
ketika melaksanakan penilaian autentik dalam kegiatan pembelajaran, pertama, instrumen penilaian yang digunakan bervariasi sesuai dengan
karakteristik kompetensi yang akan dicapai. Kedua,
aspek kemampuan belajar dinilai secara komprehensif meliputi berbagai aspek
penilaian (rana kognitif, afektif, dan psikomotor). Ketiga, penilaian dilakukan terhadap kondisi awal, proses maupun
akhir, baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan sebagai input, proses maupun output belajar
siswa.
C.
PENGEMBANGAN PENILAIAN AUTENTIK ( AUTHENTIC
ASSESSMENT)
Mueller (Nurgiyantoro, 2011:30)
mengemukakan sejumlah langkah yang perlu ditempuh dalam pengembangan penilaian
autentik, yaitu penentuan standar,
penentuan tugas otentik, pembuatan kriteria, dan pembuatan rubrik.
1.
Penentuan Standar
Standar dimaksudkan sebagai sebuah
pernyataan tentang apa yang harus diketahui dan dilakukan pembelajar. Standar
dapat diobservasi dan diukur ketercapaiannya. Istilah umum yang dipakai di
dunia pendidikan di Indonesia untuk standar adalah kompetensi sebagaimana
terlihat pada KBK dan KTSP. Di kurikulum tersebut dikenal adanya istilah
standar kompetensi lulusan dan kompetensi dasar. Standar kompetensi lulusan
adalah kualiflkasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (PP No. 19 Tahun 2005:2), sedang kompetensi dasar adalah
kompetensi atau standar minimal yang harus tercapai atau dikuasai oleh
pembelajar.
Kompetensi menjadi acuan dan tujuan yang
ingin dicapai dalam keseluruhan proses pembelajaran. Oleh karena itu,
kompetensi apa yang akan dicapai haruslah yang pertama-tama ditetapkan. Standar
kompetensi dan kompetensi dasar masih abstrak, maka kompetensi dasar kemudian
dijabarkan menjadi sejumlah indikator yang lebih operasional sehingga jelas
kemampuan, keterampilan, atau kinerja apa yang menjadi sasaran pengukuran. Jadi,
penentuan standar di sini tidak lain adalah penentuan standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator yang menjadi acuan bersama kegiatan
pembelajaran dan penilaian.
2.
Penentuan Tugas Autentik
Tugas autentik adalah tugas-tugas yang
secara nyata dibebankan atau harus dilakukan oleh pembelajar untuk mengukur
pencapaian kompetensi yang dibelajarkan, baik ketika kegiatan pembelajaran
masih berlangsung maupun ketika sudah berakhir. Pemilihan tugas otentik
pertama-tama haruslah merujuk pada kompetensi mana yang akan diukur. Kedua, pemilihan
tugas-tugas itu haruslah mencerminkan keadaan atau kebutuhan yang sesungguhnya
di dunia nyata. Jadi, dalam sebuah penilaian otentik mesti terkandung dua hal
sekaligus: sesuai dengan standar (kompetensi) dan relevan (bermakna) dengan
kehidupan nyata. Dua hal tersebut haruslah menjadi acuan kita ketika membuat
tugas-tugas otentik untuk mengukur pencapaian kompetensi pembelajaran kepada
peserta didik.
Misalnya, dalam pembelajaran menulis
pada bidang bahasa, pasti terdapat standar kompetensi lulusan yang berkaitan
dengan kemampuan menulis. Menulis dalam kaitan ini bukan sekadar menulis demi
tulisan itu sendiri, melainkan menulis untuk menghasilkan karya tulis yang memang
dibutuhkan di dunia nyata, seperti menulis surat lamaran pekerjaan, surat
penawaran produk, menulis artikel untuk media massa, dan lainnya. Untuk itu,
pembuatan tugas autentik dalam rangka penilaian autentik capaian hasil belajar
peserta didik harus terkait pada kemampuan menghasilkan karya tulis jenis-jenis
tersebut.
3. Pembuatan Kriteria
Kriteria merupakan pernyataan yang
menggambarkan tingkat capaian dan bukti-bukti nyata capaian belajar subjek
belajar dengan kualitas tertentu yang diinginkan. Kriteria lazimnya juga telah
dirumuskan sebelum pelaksanaan pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis
kompetensi kriteria lebih dikenal dengan sebutan indikator. Dalam lingkup
penilaian otentik, sebuah kriteria penilaian capaian hasil belajar harus cocok
dengan kompetensi yang dibelajarkan dan sekaligus bermakna atau relevan dengan
kehidupan nyata. Jumlah kriteria yang dibuat bersifat relatif, tetapi sebaiknya
dibatasi, dan yang pasti kriteria harus mengungkap capaian hal-hal yang
esensial dalam sebuah standar (kompetensi) karena hal itulah yang menjadi inti
penguasaan terhadap kompetensi pembelajaran.
Selain itu, pembuatan kriteria haruslah
mengacu pada ketentuan-ketentuan yang selama ini dinyatakan baik, baik dalam
arti efektif untuk keperluan penilaian hasil belajar. Ketentuan-ketentuan itu
antara lain tugas harus dirumuskan secara jelas, singkat dan padat, dapat diukur, menunjuk pada
tingkah laku hasil belajar, dan sebaiknya ditulis dalam bahasa yang dipahami oleh
subjek didik. Perumusan kriteria yang jelas dan operasional akan mempermudah guru
dalam melakukan kegiatan penilaian.
4. Pembuatan Rubrik
Muller (Nurgiyantoro, 2011:33)
menyatakan bahwa rubrik dapat dipahami sebagai sebuah skala penyekoran yang
dipergunakan untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap kriteria terhadap
tugas-tugas tertentu. Rubrik dipergunakan untuk menentukan tinggi rendahnya
capaian kinerja peserta didik. Dalam sebuah rubrik terdapat dua hal pokok yang
harus dibuat, yaitu kriteria dan tingkat capaian kinerja tiap kriteria.
Kriteria berisi hal-hal esensial yang ingin diukur tingkat capaian kinerjanya
yang secara esensial dan konkret mewakili kompetensi yang diukur capaiannya.
Kriteria haruslah dirumuskan atau dinyatakan singkat padat, komunikatif, dengan
bahasa yang gramatikal, dan benar-benar mencerminkan kompetensi yang diukur.
Dalam sebuah rubrik, kriteria mungkin saja dilabeli dengan kata-kata tertentu
yang lebih mencerminkan isi, misalnya dengan kata-kata ‘unsur yang dinilai’.
Tingkat capaian kinerja umumnya ditunjukkan
dalam angka-angka, dan yang lazim adalah 1-4 atau 1-5, besar kecilnya angka
sekaligus menunjukkan tinggi rendahnya capaian. Tiap angka tersebut biasanya
mempunyai deskripsi verbal yang diwakili, misalnya skor 1 yang berarti tidak
ada kinerja atau kinerja tidak tepat sama sekali, skor 5 berarti kinerja sangat
meyakinkan dan bermakna, sedangkan skor 2, 3, dan 4 secara berurut-turut
menunjukkan semakin baiknya kinerja dan kebermaknaannya. Bunyi deskripsi verbal
haruslah sesuai dengan rubrik yang akan diukur. Penilaian tingkat capaian
kinerja seorang pembelajar dilakukan dengan menandai angka-angka yang sesuai.
Rubrik lazimnya ditampilkan dalam tabel, kriteria ditempatkan di sebelah kiri
dan tingkat capaian di sebelah kanan tiap kriteria.
Rubrik dapat juga dibuat secara analitis
dan holistik. Rubrik analitis menunjuk pada rubrik yang memberikan penilaian tersendiri
untuk tiap kriteria. Jadi, tiap kriteria mempunyai nilai tersendiri. Pada
umumnya, rubrik bersifat analitis. Contoh di atas juga merupakan rubrik
analisis. Rubrik holistik, di pihak lain, adalah yang tidak memberikan
penilaian capaian kinerja untuk tiap kriteria. Penilaian capaian kinerja
diberikan secara menyeluruh untuk seluruh kriteria sekaligus. Misalnya,
penilaian diberikan dalam pemyataan verbal seperti sedang, cukup baik, amat baik, atau kurang memuaskan, memuaskan,
dan amat memuaskan.
D. MACAM-MACAM PENILAIAN AUTENTIK
Depdiknas (Nurgiyantoro, 2011:34)
menunjukkan beberapa macam penilaian otentik yang dapat dilakukan, yaitu
penilaian kinerja, observasi sistematik, pertanyaan terbuka, portofolio,
penilaian pribadi, dan jurnal. Di pihak lain, O’Malley dan Pierce yang dikutip
Callison (Nurgiyantoro, 2011:34) mengemukakan berbagai macam penilaian otentik
, yaitu wawancara lisan, menceritakan kembali teks atau cerita, contoh karya
tulis, proyek/ eksibisi, eksperimen/demonstrasi, pertanyaan terbuka dan
menjawab soal dengan uraian, pengamatan oleh guru, dan portofolio. Pembedaan macam-macam
asesmen otentik tersebut tidak pilah benar karena ada tugas-tugas tertentu yang
dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kategori. Macam-macam penilaian
autentik tersebut, dirincikan sebagai berikut:
1.
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk
menguji kemampuan peserta didik dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan
keterampilan, menguji apa yang mereka ketahui dan dapat dilakukan, sebagaimana
ditemukan dalam situasi nyata dan dalam konteks tertentu. Unjuk kerja dalam
konteks hasil pembelajaran bahasa berkaitan dengan kinerja aktif-produktif
lewat berbicara dan menulis. Kegiatan berbicara dan menulis adalah wadah atau
bentuk kemampuan berbahasa, sedang topik, isi, gagasan, atau informasi yang
dijadikan bahan pembicaraan dan penulisan dapat berupa apa saja persoalan
aktual dan kontekstual yang dijumpai dalam kehidupan. Isi pembicaraan dapat
juga terkait dengan berbagai mata pelajaran yang lain. Dalam konteks penilaian
pembelajaran bahasa di sekolah, ketepatan kinerja tersebut harus ditekankan pada
ketepatannya mempergunakan bahasa dan sekaligus muatan informasinya.
Kinerja kebahasaan yang paling mudah
dilakukan atau ditemukan adalah kinerja lisan atau kegiatan berbicara dengan
segala jenisnya seperti berpidato, berdiskusi, berdialog, bahkan juga
berwawancara, yang pada intinya adalah menunjukkan kompetensi berbahasa lisan.
Penilaian praktik berbicara inilah yang biasa disebut sebagai penilaian
performansi (kinerja). Namun, kinerja juga dapat berupa kegiatan penulisan yang
menghasilkan karya tulis dengan segala macamnya, misalnya membuat karangan,
artikel, resensi, menulis berita, surat, laporan, analisis teks kesastraan,
sampai menulis karya kreatif. Hal-hal yang dicontohkan tgrsebut juga dapat
dimasukkan ke dalam bukti karya peserta didik untuk penilaian portofolio.
2.
Wawancara Lisan
Wawancara lisan sebenarnya dapat juga
disebut sebagai penilaian kinerja kebahasaan. Sesuai dengan namanya, dalam
aktivitas ini terjadi tanya jawab antara pihak yang diwawancarai (peserta
didik) dan pewawancara (guru/penguji) tentang apa saja yang diinginkan informasinya
oleh pewawancara. Namun, dalam konteks penilaian hasil pembelajaran bahasa,
tujuan utama kegiatan itu adalah untuk menilai kompetensi peserta didik
membahasakan secara lisan informasi yang ditanyakan pewawancara dengan benar.
Dalam konteks asesmen otentik benar atau kurang benarnya bahasa peserta didik
tidak semata-mata dinilai dari ketepatan struktur dan kosakata, melainkan
ketepatan atau kejelasan informasi yang disampaikan sebagaimana halnya fungsi
bahasa yang sebagai sarana berkomunikasi.
3.
Pertanyaan Terbuka
Penilaian dilakukan dengan memberikan
pertanyaan (stimulus) atau tugas yang harus dijawab atau dilakukan oleh peserta
didik secara tertulis atau lisan. Pertanyaan bukan sekadar pertanyaan yang
hanya membutuhkan jawaban singkat dengan satu atau beberapa kata atau ya/tidak.
Pertanyaan haruslah yang memaksa peserta didik untuk mengkreasikan jawaban yang
sekaligus mencerminkan penguasaannya terhadap pengetahuan tertentu. Jadi,
jawaban yang diberikan peserta didik mesti berupa uraian yang menunjukkan
kualitas berpikir, mengembangkan argumentasi, menjelaskan sebab akibat sesuatu,
dan akhirnya sampai pada kesimpulan. Namun, pertanyaan haruslah dibatasi pada
persoalan tertentu yang bermakna sehingga jawabannya relatif terbatas.
Kemampuan peserta didik memilih atau mengkreasikan pesan dan bahasa secara
akurat dan tepat mencerminkan kualitas berpikir tingkat tinggi.
4.
Menceritakan Kembali Teks atau Cerita
Pemberian tugas menceritakan kembali
biasanya dilakukan untuk mengukur pemahaman wacana yang didengar atau dibaca
secara lisan atau tertulis. Pada prinsipnya terjadi integrasi antara beberapa
kemampuan berbahasa. Misalnya, wacana yang dibaca (teks bacaan) dapat
diceritakan kembali secara lisan dan tertulis. Kompetensi yang demikian
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, maka tugas ini cukup bermakna.
Penilaian terhadap kinerja peserta didik, selain memperhitungkan ketepatan
unsur kebahasaan, juga harus melibatkan ketepatan dan keakuratan isi atau informasi
yang terkandung dalam wacana. Selain itu, wacana yang dipilih untuk
diperdengarkan atau dibaca haruslah kontekstual, relevan, dan yang sesuai
dengan perkembangan pengalaman peserta didik.
5. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan karya
peserta didik yang dikumpulkan secara sengaja, terencana, dan sistemik yang
kemudian dianalisis secara cermat untuk menunjukkan perkembangan kemajuan
mereka setiap waktu. Maka, seperti dikemukakan oleh Callison (Nurgiyantoro,
2011:36), portofolio sebagai salah satu asesmen otentik tepat dipakai dalam
penilaian proses. Jika ada banyak karya yang dihasilkan peserta didik lewat
berbagai tugas, (mungkin berbagai macam karya tulis, CD rekaman, atau hal-hal
lain yang diberikan pihak lain seperti catatan harian, rekomendasi, dan
piagam), perlu dipilih secara selektif karya-karya mana saja yang dapat
dijadikan bahan untuk portofolio dengan mempergunakan kriteria tertentu.
Misalnya, tugas-tugas yang relevan, bermakna, dan menggambarkan kemajuan serta
capaian belajar.
6. Proyek
Proyek merupakan bentuk penugasan secara
berkelompok (misalnya tiga orang) dalam kaitannya dengan penilaian hasil
pembelajaran. Hasil kerja akhir proyek dapat berbentuk laporan tertulis,
rekaman video, gabungan keduanya, atau yang lain. Jadi, ia dapat berwujud
tulisan, gambar, suara, aksi, atau perpaduan semuanya. Tugas proyek dapat
berupa tugas melakukan penelitian kecil-kecilan (tetapi besar buat peserta
didik). Misalnya, menganalisis unsur-unsur fiksi, menganalisis kandungan makna
puisi-puisi anak di koran minggu, menganalisis tajuk rencana bermuatan
kependidikan di koran, mementaskan drama, dan lain-lain. Pemilihan topik proyek
sebaiknya didiskusikan dengan peserta didik dan dapat diselesaikan dalam jangka
waktu tertentu.
Tugas proyek merupakan kegiatan
investigasi sejak perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan
dan penyajian data, sampai pembuatan laporan. Untuk melakukan tugas ini, peserta
didik diharapkan mampu bekerja bersama, pembagian tugas, berdiskusi, dan
pemecahan masalah yang semuanya merupakan usaha kolaboratif. Maka, tugas proyek
dapat menunjukkan kemampuan peserta didik dalam hal penguasaan pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis informasi/data, sampai dengan pemaknaan
dan penyimpulan.
E.
TEKNIK
PENILAIAN AUTENTIK
Pemendikbud RI No.81 menyebutkan ,teknik
penilaian autentik dapat dipilih
secara bervariasi disesuiakan dengan karakteristik masing-masing
pencapaian kompetensi yang hendak
dicapai, di mana teknik penilaian
yang dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio, untuk kerja,
proyek, pengamatan, dan penilaian diri
seperti pembahasan berikut:
1.
Penilaian tertulis
Penilaian tertulis merupakan tes dalam
bentuk bahan tulisan ( baik soal maupun
jawabannya). Dalam menjawab
soal siswa tidak selalu harus
merespons dalam bentuk menulis kalimat jawaban
tetapi dapat juga dalam
bentuk mewarnai, memberi tanda,
menggambar grafik, diagram dan sebagainya.
2. Penilaian lisan
Tes bentuk lisan adalah tes yang dipergunakan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi, terutama pengetahuan ( kognitif) di mana guru memberikan pertanyaan langsung kepada peserta didik
secara verbal ( bahasa lisan)
juga tes lisan menuntut peserta didik memberikan jawaban
secara lisan. Tes lisan
biasanya dilaksanakan dengan cara
mengadakan percakapan antara siswa
dengan tester tentang masalah yang diujikan.
Pengunaan penilaian lisan untuk menilai pengetahuan, pemahaman, dan pengunaan bahasa. Penilaian lisan sangat
berguna untuk siswa yang lebih
mudah, atau dengan kesulitan belajar
tertentu, misalnya dyslexia,
yang kemampuan menulisnya buruk.
Penting pula untuk menilai keterampilan komunikasi lisan. Dalam situasi semacam ini
memungkinkaan guru untuk mengecek
pengetahuan dan pemahaman dengan cara
yang sangat fleksibel.
3. Penilaian produk
Penilaian produk merupakan
salah satu bentuk penilaian yang direkomendasikan untuk guru
sebagai salah satu bentuk variasi dalam
mengadakan penilaian terhadap
siswa. Penilaian produk adalah
penilaian terhadap keterampilan siswa
dalam membuat suatu produk yang dihasilkan oleh peserta didik. Penilaian hasil kerja siswa merupakan penilaian
terhadap proses pembutan
kualitas suatu produk yang dihasilkan oleh peserta didik. Penilaian
hasil kerja siswa merupakan penilaian
terhadap keterampilan siswa dalam membuat
suatu produk benda tertentu
dan kualitas suatu produk benda
tertentu dan kualitas produk tersebut. Terdapat dua tahapan penilaian, yaitu penilaian tentang
pemilihan dan cara pengunaan
alat serta prosedur kerja siswa dan penilaiaan tentang
kualitas teknis maupun
estetik produk tersebut.
4. Penilaian portofolio
Portofolio berasal dari bahasa inggris “ protofolio” yang artinya kumpulan
berkas atau arsip yang disimpan dalam bentuk jilid
dan dokumen atau surat-surat,
atau sebagai kumpulan kertas berharga
suatu pekerjaan tertentu. Portofolio
merupakan kumpulan hasil
kerja peserta didik. Hasil kerja
itu sering disebut artefak. Artefak -artefak itu dihasilkan dari
pengalaman belajar atau proses
pembelajaran peserta didik dalam
periode waktu tertentu. Artefak-artefak itu diseleksi dan disusun menjadi
suatu portofolio. Suatu
koleksi pribadi hasil
pekerjaan seorang peserta didik (
bersifat individual) yang menggambarkan
( merefleksi) taraf pencapaian, kegiatan
belajar, kekuatan , dan pekerjaan terbaik peserta didik tersebut. Ciri dari koleksi
ini dinamis, selalu
bertumbuh dan berubah.
Secara lebih terperinci portofolio berisi
berbagai jenis tulisan dan dokumen
yang berupa deskripsi tertulis
tentang hasil penyelidikan
atau praktik peserta didik yang
bersangkutan, gambar atau laporan hasil pengamatan peserta didik
dalam rangka melakasanakan
proyek mata pelajaran, analisis
situasi yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersangkutan, deskrispsi dan
diagram pemecahan masalah dalam
mata pelajaran yang bersangkutan,
laporan hasil penyelidikan seacra kuantitatif , laporan
penyelidikan tentang hubungan anatara konsep-konsep dalam mata pelajaran yang bersangkutan, penyelesaian
soal-soal terbuka, hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara
yang berbeda dengan yang diajarkan
di sekolah, laporan hasil kerja, hasil kerja peserta didik yang dihasilkan melalui
alat rekaman video, alat rekaman
audio, dan komputer, fotokopi surat piagam penghargaan, hasil karya dalam mata
pelajaran yang bersangkutan, yang tidak
ditugaskan oleh guru, cerita
tentang kesenangan atau
ketidaksenangan terhadap mata pelajaran yang bersangkutan, cerita
tentang usaha peserta didik sendiri
dalam mengatasi hambatan atau
usaha peningkatan diri dalam mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan
dan laporan tentang sikap peserta
didik terhadap pelajaran.
5. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja adalah
kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Oleh karena itu,
penilaian unjuk kerja dilakukan terhadap apa yang dilakukan oleh peserta didik ketika sedang berbuat
melakukan tugas tertentu. Penilaian
dilakukan terhadap unjuk kerja, tingkah laku atau interaksi siswa. Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan untuk menilai
praktik shalat, presentasi, memainkan
alat musik, membaca Al-quran atau teks
bacaan dan lain-lain. Cara
penilaian ini lebih autentik daripada
tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan
siswa yang sebenarnya.
Semakin sering guru mengamati unjuk kerja
siswa, semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan siswa.
Adapun langkah-langkah dalam evaluasi unjuk kerja, yaitu identifikasi semua langkah penting atau aspek
yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir, tuliskan kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas, usahakan kemampuan yang akan
dinilai berdasarkan urutan yang akan diamati, urutkan kemampuan
yang akan dinilai berdasarkan urutan yang akan diamati, bila menggunakan skala rentang , perlu disediakan kriteria untuk setiap pilihan.
6. Penilaian Proyek
Penilaian Proyek sering disebut dengan project
work. Project work adalah akumulasi tugas yang mencakup beberapa
kompentensi dan harus diselesaikan
peserta diklat (pada semester akhir), suatu model pembelajaran yang diadopsi untuk
mengukur dan menilai ketercapaian kompetensi
secara akumualatif, suatu model
penilaian diharapkan untuk menuju
profesionalisme, lingkup kegiatan
yang dilakukan dari membuat proposal,
persiapan pelaksanaan ( proses) sampai dengan
kegiatan kulminasi ( penyajian,
pengujian dan pameran)
Dengan demikian project
work merupakan suatu kegiatan penilaian terhadap suatu tugas
yang mencakup beberapa kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa investigasi terhadap suatu proses atau kejadian dengan tata urutan mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorginisasian, pengolahan data serta penafsiran dan analisinya sampai kepada pembuatan laporan akhir.
7. Penilaian Pengamatan
Pengamatan atau pengindraan atau sering
disebut juga observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indra, baik secara lanngsung maupun tidak langsung dengan menggunakan lembar observasi yang berisi sejumlah
indikator perilaku atau aspek yang
diamati. Dalam pelaksanaannya, pengamatan
mesti dilakukan secara sistematis, berfokus pada tiap-tiap anak dan
perilaku tertentu agar bisa
diperoleh gambaran yang lebih jelas dan lebih akurat. Pengamatan bersifat
pengecekan terhadap simpulan
penilaian dalam pengamatan yang menggunakan lembar
observasi secara sistematis dan terfokus
kepada setiap siswa agar di
peroleh gambaran yang akurat terhadap siswa
secara individu.
8. Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan
teknik dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan
dan kekurangan dirinya dalam
konteks pencapaian kompetensi
sikap, baik sikap spritual
maupun sikap sosial.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. Penilaian diri (self
assessment) adalah suatu teknik
penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status,
proses dan tingkat pencapaian kompetensi baik mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
Penilaian autentik bukan hanya
difokuskan pada menilai pengetahuan
namun juga menilai keterampilan atau
performansi. Penilaian tidak
hanya diperoleh dari hanya guru,
tetapi bisa juga teman lain tau orang
lain dengan berbagai instrumen penilaian secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Penilaian autentik berlangsung selama dan sesudah proses
pembelajaran yang dapat pula di
gunakan sebagai penilaian formatif
maupun sumatif.
F.
PENYEKORAN TUGAS AUTENTIK
Rubrik penilaian digunakan dalam
penyekoran tugas autentik ini. Rubrik-rubrik penilaian harus dibuat secara
lengkap, jelas dan memiliki identitas. Agar rubrik penilaian menjadi lebih
efisien dan praktis, maka rubrik penilaian untuk peserta didik dalam satu kelas
dapat dijadikan satu atau dua lembar rubrik yang memuat skor dan nilai semua
peserta didik. Contohnya:
Tabel Penilaian
Penulisan Kembali Cerita yang Dibaca Kelas VII
No.
Urut
|
Nama
Siswa
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F*)
|
Skor
|
Nilai
|
Ket.
|
1-5
|
1-5
|
1-5
|
1-5
|
1-5
|
1-5**)
|
|||||
1.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
..
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
30.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X=
|
X=
|
X=
|
X=
|
X=
|
X=
|
X=
s=
***)
|
|
|
Keterangan:
*) A : Pemahaman dan
ketepatan isi cerita D:
Ketepatan struktur kalimat
B : Ketepatan organisasi teks E : Ejaan dan
tata tulis
C : Ketepatan diksi F: Kebermaknaan
penceritaan
**) 1-5: Tingkat
capaian kinerja/tingkat kefasihan
***) s : Simpangan
baku, dapat dihitung langsung dengan kalkulator
Penyekoran
yang mempergunakan tabel di atas tampak lebih efisien, praktis, dan lebih
lengkap sehingga dapat memberikan informasi yang lebih banyak. Misalnya, kita
dapat membandingkan skor capaian tiap unsur kinerja, jumlah skor, dan nilai
peserta didik. Selain itu, dapat dilihat skor dan nilai terendah dan tertinggi,
rata-rata hitung skor, dan rata-rata hitung nilai. Jika dikehendaki, kita juga
dapat dengan mudah menghitung simpangan baku. Hal-hal tersebut dibutuhkan dalam
kaitannya dengan penilaian.
G. PENGHITUNGAN TUGAS AKHIR
Nilai
kinerja yang diperoleh dari penghitungan sebagaimana terlihat pada tabel di
atas baru melibatkan satu macam tugas otentik. Selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran dalam satu periode tertentu, misalnya semester, pasti ada banyak
nilai serupa. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut haruslah dirangkum untuk
dijadikan satu nilai yang dipandang sebagai nilai capaian tugas otentik atau
nilai capaian pembelajaran. Nilai inilah yang akan dijadikan laporan capaian
seorang peserta didik selama satu semester.
Namun, dalam satu semester peserta didik tidak hanya diukur kompetensi
belajarnya lewat tugas-tugas otentik saja, melainkan juga ada ujian-ujian lain
yang mempergunakan tes tradisional seperti ulangan umum pada akhir semester.
Nilai akhir seorang peserta didik haruslah diperoleh dari semua tugas dan ujian
yang dijalaninya baik berupa tugas otentik maupun tes tradisional.
Penghitungan-penghitungan yang diperlukan dikemukakan di bawah ini:
1. Penghitungan Rata-rata Hitung Seluruh
Tugas Otentik
Penghitungan
dilakukan dengan asumsi bahwa seorang peserta didik mempunyai sejumlah nilai
tugas otentik. Jika guru ra in
memberikan berbagai tugas otentik, seorang peserta didik pasti mempunyai sekian
nilai dari berbagai tugas otentik yang dikerjakannya. Maka, diperlukan penghitungan
rata-rata hitung untuk memperoleh nilai akhir yang merangkum semua nilai. Hal
ini juga berlaku jika guru melakukan pengukuran dengan tes tradisional lebih
dari satu kali sehingga seorang peserta didik juga memiliki beberapa nilai dari
tes tradisional. Adapun rumus yang lazim digunakan untuk menghitung rata-rata
hitung adalah sebagai berikut:
X=
X1 + X2 + X3 + ..... Xn
N
Keterangan:
X : Rata-rata hitung
X1,X2, X3,
..... Xn: Nilai tugas ke-1, ke-2, ke-3, ... dan ke-n
N: Jumlah semua nilai tugas
Selain
itu, guru juga lazim memberikan ujian tengah semester dua kali dengan
menggunakan model tes tradisional sehingga seorang peserta didik mempunyai dua
nilai. Maka, nilai ini juga harus dihitung rata-rata hitungnya dengan rumus
berikut:
X=
X1 + X2
N
2. Penghitungan Nilai Akhir
Nilai
akhir yang dimaksudkan di sini adalah nilai jadi yang lazim dipandang sebagai
angka capaian kinerja seorang peserta didik dalam mata pelajaran tertentu.
Nilai ini pula yang dituliskan di rapor dan dilaporkan kepada para pemangku
kepentingan. Nilai akhir haruslah merupakan rangkuman dan atau rata-rata hitung
dari seluruh pengukuran yang dijalani oleh peserta didik baik yang berupa tugas-tugas
otentik, ulangan tengah semester, maupun ulangan akhir semester. Nilai akhir
merupakan cerminan capaian kinerja belajar peserta didik terhadap kompetensi
yang dibelajarkan. Dalam kaitan ini, guru paling tidak memiliki dua atau tiga
nilai, yaitu nilai tugas otentik, nilai ulangan tengah semester, dan nilai
ulangan akhir semester. Nilai tugas otentik dan nilai ulangan tengah semester dapat dianggap berbobot sama
dan dapat pula dianggap lebih tinggi bobot nilai ulangan tengah semester.
Alasannya, nilai ulangan tengah semester mewakili capaian kompetensi yang telah
dibelajarkan sampai dengan saat itu. Hal itu membawa konsekuensi pada
penghitungan nilai akhir. Adapun rumus untuk memperoleh nilai
akhir, yaitu:
Nilai
akhir = (X tugas otentik + X ulangan semester) + 3 (ulangan akhir semester)
5
H. VALIDITAS DAN ACUAN KRITERIA
1. Validitas
Sebagai
sebuah alat ukur capaian pembelajaran, berbagai tugas otentik harus memiliki
kadar validitas yang baik agar informasi tentang peserta didik yang diperoleh
dari pelaksanaan pengukuran dapat dipertanggungjawabkan. Validitas menunjuk
pada pengertian mengukur sesuatu yang akan diukur. Jika yang ingin diukur dalam
pengujian adalah kompetensi berbicara, misalnya, peserta didik harus
benar-benar diminta untuk tampil berbicara untuk menunjukkan kompetensi
berbicaranya. Jika yang ingin diukur adalah kemampuan bersastra, peserta didik
harus benar-benar diberi kesempatan untuk membaca teks-teks kesastraan dan
kemudian diberi pertanyaan atau tugas-tugas apresiatif, bukan sekadar
menanyakan berbagai informasi tentang sastra.
Ada
banyak macam validitas yang dapat dipergunakan untuk menilai alat evaluasi,
namun tidak harus semuanya terpenuhi untuk sebuah alat tes. Validitas yang
harus terpenuhi dalam tes hasil belajar adalah validitas isi (content
validity). Validitas isi diperoleh lewat telaah logika, lewat pertimbangan
adanya kesej ajaran antara soal-soal ujian dan bahan pembelajaran dan
kompetensi (indikator) yang akan diukur derajat pencapaiannya. Hal itu dapat
diperoleh dengan adanya deskripsi bahan ajar, kisi-kisi pengujian, dan telaah
butir soal.
2. Penafsiran Hasil Pengujian
Pengujian
berbasis kompetensi dasar juga berkaitan dengan penafsiran hasil pengujian.
Secara umum penafsiran hasil pengujian dapat dilakukan dengan penilaian acuan
kriteria (PAK) dan penilaian acuan norma (PAN). Sistem pengujian yang berbasis
kemampuan dasar mempergunakan acuan kriteria karena yang dipentingkan adalah
apa yang dimiliki dan dapat dilakukan peserta didik setelah terlibat dalam
proses pembelaj aran, bukan pembandingan capaian para peserta didik di
kelompoknya. Penilaian dengan acuan kriteria berasumsi bahwa (hampir) semua
peserta didik dapat mencapai tingkat ketuntasan belajar (mastery learning)
asal
diberi waktu cukup.
Penafsiran
skor hasil tes dilakukan dengan membandingkannya dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya dan itu bersifat mutlak. Artinya, jika capaian prestasi
peserta didik belum menyamai atau bahkan lebih tinggi dari tuntutan kriteria,
yang bersangkutan dinyatakan belum mencapai tingkat tuntas. Penentuan nilai
seorang peserta didik berdasarkan penghitungan persentase seperti dikemukakan
sebelumnya adalah penerapan penilaian berdasarkan kriteria. Untuk kurikulum
dewasa ini, seorang peserta didik dinyatakan telah mencapai tingkat penguasaan
jika skor yang diperoleh minimal sebesar 75% dari keseluruhan butir soal. Untuk
komponen rubrik seperti dicontohkan sebelumnya, skor minimal 4 (baik).
SIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan.
2011. Penilaian Otentik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Supardi. 2015. Penilaian Autentik. Jakarta. Rajawali
Pers.
Komentar
Posting Komentar