1. Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
a) Puisi Naratif
Menurut Aminuddin (2000:135) puisi naratif yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, dengan pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. Sedangkan menurut Waluyo (1987:135) puisi naratif yaitu puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Dari kedua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa puisi naratif ialah sebuah puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair yang didalamnya mengandung perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalinnya. Contoh puisi-puisi naratif yaitu romansa dan balada.
b) Puisi Lirik
Menurut Aminuddin (2000: 135) puisi lirik yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Sedangkan menurut Waluyo (1987:136) puisi lirik yaitu sebuah puisi yang mengungkapkan gagasan pribadinya. Dari kedua penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa puisi lirik ialah puisi yang mengungkapkan gagasan pribadinya yang berupa luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap,maupun suasana batin yang melingkupinya. Contoh puisi lirik yaitu elegi,serenada, dan ode.
c) Puisi Deskriptif
Puisi deskriptif menurut Waluyo
(1987:137) yaitu sebuah puisi yang penyairnya bertindak sebagai pemberi kesan
terhadap keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik
perhatian penyair. Contoh puisi deskriptif yaitu puisi satire dan puisi kritik
sosial.
2. Puisi kamar dan Puisi Auditorium
Menurut Waluyo (1987:137)
Puisi kamar ialah sebuah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu
atau dua pendengar saja di dalam kamar. Sedangkan puisi yang cocok dibaca untuk
di auditorium, di mimbar dengan pendengarnya dapat berjumlah ratusan orang.
Puisi –puisi auditorium disebut juga puisi Hukla (puisi yang mementingkan suara
atau rangkaian suara)
3. Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal.
Menurut Waluyo (1987:137-138) ,
puisi fisikal adalah puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan
dan bukan gagasan. Hal-hal yang didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan
obyek ciptaanya. Contoh puisi fisikal yaitu puisi-puisi naratif, balada,
impresionistis, juga berisi puisi dramatis.
Sedagkan puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan istilah ‘Cinta Platonis’ yang berarti cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita, religius, ungkapan cinta luhur seorang kekasih atau orang tua kkepada anaknya dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.
Sedagkan puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan istilah ‘Cinta Platonis’ yang berarti cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita, religius, ungkapan cinta luhur seorang kekasih atau orang tua kkepada anaknya dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.
Sementara itu, puisi
metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca
merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan. Puisi Religius disatu pihak dapat
dinyatakan puisi platonic (menggambarkan ide atau gagasann penyair), dilain
pihak dapat disebut sebagai puisi metafisik (mengajak pembaca merenungkan
hidup, kehidupan, dan Tuhan), karya-karya mistik Hamzah Fansuri seperti syair
Dagang, Syair perahu, dan Syair Su Burung Pingai dapat dipadang sebagai puisi
metafisikal. Kasidah-kasidah “Al-Barzanji” karya Ja’far Al-Barzanji dan tasawuf
karya Jalaludin Rumi dapat diklsifikasikan sebagai puisi metafisikal.
4. Puisi Subyektif dan Puisi Obyektif
Menurut Waluyo (1987:138)
puisi subyektif disebut juga puisi personal, yakni puisi yang mengungkapkan
gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi
yang ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan sebagai puisi subyektif,
karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri. Demikian pula puisi lirik
dimana aku lirik bicara kepada pembaca. Sedangkan puisi obyektif berarti puisi
yang mengungkapkan hal-hal diluar diri penyair itu sendiri. Puisi obyektif
disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif dan deskriptif kebanyakaan adalah
puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa yang subyektif.
5. Puisi Konkret
Puisi konkret sangat terkenal
dalam dunia perpuisian indonesia sejak tahun 1770-an. X.J.Kennedy memberikan
nama jenis puisi tertentu dengan nama puisi konkret, yakni puisi yang bersifat
visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk dari sudut pandang (poem for the eye).
Kita mengenal adanya bentuk grafis dari puisi, kaligrafi, ideogramatik, atau
puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan pengimajian lewat bentuk
grafis. Dalam puisi konkret ini, tanda baca dan huruf-huruf sangat potensial
membentuk gambar. Gambar wujud fisik yang ‘kasat mata’ lebih dipentingkan dari
pada makna yang ingin disampaikan Contoh puisi konkret, yaitu :
She Loves
Me
she loves
me
she loves
me not
she loves
she loves
me
she
she loves
she
6. Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis
Menurut Waluyo (1987:140) puisi
diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, sehingga puisinya mirip dengan
bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat muda dihayati maknanya.
Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka yang baru belajar menulis puisi
dapat diklasifikasikan puisi diafan. Mereka belum mampu mengharmoniskan bentuk
fisik untuk mengumgkapkan makna. Dengan demikian penyair tersebut tidak
memiliki kepekaan yang dapat dalam takarannya untuk lambang, kiasan, majas, dan
sebagainya. Jika puisi terlalu banyak majas, maka puisi itu menjadi gelap dan
sukar ditafsirkan. Sebaliknya jika puisi itu kering akan majas dan verifikasi,
maka itu akan menjadi puisi yang bersifat prosais dan terlalu cerlang sehingga
diklasifikasikan sebagai puisi diafan.
Dalam puisi prismatis penyair
mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan
pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan
makna puisinya, namun tidak terlalu mudah gelap. Pembaca tetap dapat menelusuri
makna puisi itu. Namun makna itu bagaikan sinar yang keluar dari prisma. Ada
bermacam-macam makna yang muncul karena memang bahasa puisi bersifat multi
interpretable. Puisi prismatis kaya aka n makna, namun tidak gelap. Makna yang
aneka ragam itu dapat ditelusuri pembaca. Jika pembaca mempunyai latar belakang
pengetahuan tentang penyair dan kenyataan sejarah, maka pembaca akan lebih
cepat dan tepat menafsirkan makna puisi tersebut.
Penyair-penyair seperti Amir
Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis. Namun belum
tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam suasana mood
seorang penyair besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika puisi itu diciptakan
tanpa kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat dihasilkan puisi
prismatis. Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi penyair biasanya
adalah puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai puisi gelap.
7. Puisi Parnasian, dan Puisi Inspiratif.
Menurut Waluyo (1987:140) puisi
parnasian adalah sekelompok penyair prancis pada pertengahan akhir abad 19 yang
menunjukkan sifat puisi-puisi yang mengandung nilai keiilmuan. Puisi parnasian
diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh
inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi-puisi yang ditulis oleh
ilmuan yang kebetulan mampu menulis puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian.
Puisi-puisi Rendra dalam “Potret Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar
belakang teori ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi
pernasian. Demikian juga puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasimantri yang sarat
dengan pertimbangan keilmuan.
Puisi inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk kedalam suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar terlibat kedalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan memiliki tenaga gaib, sekali baca habis. Pembaca memerlukan waktu cukup untuk menafsirkan puisi prosaic seperti karya penyair-penyair tahun 1970-an.
Puisi inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk kedalam suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar terlibat kedalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan memiliki tenaga gaib, sekali baca habis. Pembaca memerlukan waktu cukup untuk menafsirkan puisi prosaic seperti karya penyair-penyair tahun 1970-an.
Contohnya:
Karena JajangTuhan
Saya minta duit
Buat beli sugus
Karena jajang
Lagi doyan sugus
(Arifin C. Noer, 1987)
8. Stansa
Jenis puisi yang bernama stansa kita jumpai
dalam Empat Kumpulan Sajak karya
Rendra. Stansa artinya puisi yag terdiri atas 8 baris. Stansa berbeda dengan
oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Aturan pembarisan dalam
oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan dalam stansa seluruh puisi itu
hanya terdiri atas 8 baris. Berikut contoh stansa.
Malam Kelabu
Ada angin menerpa jendela
Ada langit berwarna kelabu
Hujan titik satu-satu
Menatap cakrawala malam jauh
Masih adakah kuncup-kuncup
mekar
Atau semua telah layu
Kelu dalam seribu janji
Kelam dalam penantian
( Herwa,1969)
9. Puisi Demonstrasi dan Pamlet
Puisi demonstrasi menyarankan
pada puisi-puisi Taufiq Ismail dan mereka yang oleh Jassin disebut angkatan 66.
Puisi ini melukiskan dan merupakan hasil refleksi demonstrasi para mahasiswa
dan pelajar sekitar tahun 1966. Puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat
ke-kita-an, artinya melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan individu.
Puisi-puisi mereka adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional
selama penyair terlibat dalam demonstrasi 1966. Gaya paradoks dan ironi banyak
kita jumpai. Sementara itu, kata-kata yang membakar semangat kelompok banyak
dipergunakan, seperti kbenaran, kemanusiaan, tirani, kebatilan, dan sebagainya.
Berikut contoh puisi demonstrasi.
Mimbar
Dari mimbar
ini telah dibicarakan
Pikiran-pikiran
dunia
Suara-suara
kebebasan
Tanpa
ketakutan
Dari mimbar
ini diputar lagi
Sejarah
kemanusiaan
Pengembangan
teknologi
Tanpa
ketakutan
Di kampus ini
Telah
dipahatkan
Kemerdekaan
Segala despot
dan tirani
Tidak bisa
dirobohkan
Mimbar kami.
(Taufiq Ismail, 1966)
Puisi Pamflet juga merupakan
puisi yang mengungkapkan protes social. Disebut puisi pamflet karena bahasanya
adalah bahasa pamflet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puas kepada
keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi protes secara spontan tanpa proses
pemikiran atau perenungan yang mendalam. Istilah-istilah gagah membela
kelompoknya disertai dengan istilah tidak simpatik yang memojokkan pihak yang
dikritik. Seperti halnya puisi demonstrasi, bahasa yang digunakan dalam puisi
pamflet juga bersifat prosais. Contohnya :
Sajak Sebatang
Lisong
Menghirup sebatang lisong,
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka,
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya,
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Menghisap udara,
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya ;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun,
Dandi langit :
para teknorat berkata:
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun,
mesti di-up-grade,
disesuaikan dengan teknologi yang diimport,
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon.
Berjuta-juta harapan ibu dan bapa
Menjadi gembalau suara kacau,
Menjadi karang di bawah muka samodra.
Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata,
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat,
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan,
(Potret Pembangunan Dalam Puisi,1977)
Alegori ialah puisi yang
mengungkapkan cerita yang isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang
budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang terkenal ialah parabel yang juga
disebut denga dongeng perumpamaan. Contohnya puisi “Teratai” karya Sanusi Pane,
puisi ini dikategorikan sebagai puisi alegori karena kisah bunga teratai itu
digunakan untuk mengisahkan tokoh pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Komentar
Posting Komentar