Seekor Kucing
Karya Septa Mila Sari
Mentari telah keluar dari persembunyiannya, udara terasa segar dihirup, maklum saja masih pagi begini kondisi Jakarta belum terlalu padat akan kendaraan. Di sinilah aku sekarang, menenteng plastik putih berisikan bermacam sayur. Ya, ini adalah kegiatan rutinku tiap pagi semenjak menjadi seorang ibu.
"Abang, jangan lari-lari sayang" Aku berteriak memperingati anakku yang kebetulan hari ini ikut ke pasar.
"Iya Bu"
Segaris senyum melengkung di wajahku. Anakku telah bertambah besar rupanya padahal rasanya kemarin baru saja aku menggantikan popoknya.
Ku rasakan ada sesuatu yang menarik-narik ujung bajuku.
"Ibu ada meong di sana, kasihan. Abang ambil ya Bu"
"Iya, tapi hati-hati ya jangan sampai dicakar"
-------------
"Meong makan dulu ya. Ini ada pizza, meong pasti seneng"
"Bang, Abang di mana? Makan dulu"
"Bentar Bu, lagi kasih makan pizza untuk meong"
"Sayang, kucing gak makan pizza. Kucing makannya ikan"
"Meong Rizki kan level atas Bu. Makanannya Pizza gak zaman Kalo ikan"
Aku hanya terkikik geli mendengar jawaban anakku. Sifatnya sangat mirip dengan sifat almarhum ayahnya.
"Mas, aku rindu. Anak kita sekarang udah besar. Kamu yang tenang"
"Ibu, kok perut Rizka melendung? Gendut banget, kenyal kalo disentuh hehehe"
"Rizka?"
"Ibu mah, Rizka Itu meongnya Rizki"
"Oh begitu, mungkin meongnya lagi hamil"
"Hamil? Yeayy berarti Rizki bakal punya banyak meong"
-------------
"1, 2, 3, 4 yeayyyyyyy punya meong baruuu"
"Udah lahir berapa, Nak?"
"Empat, namanya kiwiw, kewew, kawaw, kowow hehehe "
"Namanya kok ribet banget, Nak?"
"Meong Rizki itu meong zaman now"
---------------
"Ibuuu minta selimut. Kasihan dedek meong kedinginan kan diluar hujan"
"Sayang, kucing Itu punya bulu yang tebal. Jadi gak perlu selimut". Aku berteriak menyaingi suara hujan yang mengucur tanpa lelah.
"Arghhhh Ibuuuuuuuuuu"
----------------
"Bagaimana anak saya, Dok?"
"Begini Ibu, cakaran yang berada di kedua mata anak Ibu lumayan parah dan dalam. Saya sangat menyesal untuk membicarakan Ini, anak Ibu mengalami kebutaan"
"TIDAK MUNGKIN"
"Maaf Bu"
----------
Aku pulang ke rumah, emosiku meluap. Rasanya Ingin ku cabut bulu kucing Itu. Namun, yang ku temui adalah seekor induk kucing yang sedang menatap sedih buntang anaknya yang terlilit sebuah baju dalam anakku.
"Aku mulai mengerti. Ternyata kucing ini hanya ingin melindungi anaknya. Jiwa seorang Ibu akan selalu terpanggil jika anaknya dalam bahaya, termasuk seekor kucing. Seekor kucing juga Ibu.
-The End-
Pedang, 19 September 2018
Bio: Bernama lengkap Septa Mila Sari, 19 tahun. Asal Musi Rawas, Sumsel dan seorang mahasiswa di STKIP-PGRI Lubuklinggau.
Karya Septa Mila Sari
Mentari telah keluar dari persembunyiannya, udara terasa segar dihirup, maklum saja masih pagi begini kondisi Jakarta belum terlalu padat akan kendaraan. Di sinilah aku sekarang, menenteng plastik putih berisikan bermacam sayur. Ya, ini adalah kegiatan rutinku tiap pagi semenjak menjadi seorang ibu.
"Abang, jangan lari-lari sayang" Aku berteriak memperingati anakku yang kebetulan hari ini ikut ke pasar.
"Iya Bu"
Segaris senyum melengkung di wajahku. Anakku telah bertambah besar rupanya padahal rasanya kemarin baru saja aku menggantikan popoknya.
Ku rasakan ada sesuatu yang menarik-narik ujung bajuku.
"Ibu ada meong di sana, kasihan. Abang ambil ya Bu"
"Iya, tapi hati-hati ya jangan sampai dicakar"
-------------
"Meong makan dulu ya. Ini ada pizza, meong pasti seneng"
"Bang, Abang di mana? Makan dulu"
"Bentar Bu, lagi kasih makan pizza untuk meong"
"Sayang, kucing gak makan pizza. Kucing makannya ikan"
"Meong Rizki kan level atas Bu. Makanannya Pizza gak zaman Kalo ikan"
Aku hanya terkikik geli mendengar jawaban anakku. Sifatnya sangat mirip dengan sifat almarhum ayahnya.
"Mas, aku rindu. Anak kita sekarang udah besar. Kamu yang tenang"
"Ibu, kok perut Rizka melendung? Gendut banget, kenyal kalo disentuh hehehe"
"Rizka?"
"Ibu mah, Rizka Itu meongnya Rizki"
"Oh begitu, mungkin meongnya lagi hamil"
"Hamil? Yeayy berarti Rizki bakal punya banyak meong"
-------------
"1, 2, 3, 4 yeayyyyyyy punya meong baruuu"
"Udah lahir berapa, Nak?"
"Empat, namanya kiwiw, kewew, kawaw, kowow hehehe "
"Namanya kok ribet banget, Nak?"
"Meong Rizki itu meong zaman now"
---------------
"Ibuuu minta selimut. Kasihan dedek meong kedinginan kan diluar hujan"
"Sayang, kucing Itu punya bulu yang tebal. Jadi gak perlu selimut". Aku berteriak menyaingi suara hujan yang mengucur tanpa lelah.
"Arghhhh Ibuuuuuuuuuu"
----------------
"Bagaimana anak saya, Dok?"
"Begini Ibu, cakaran yang berada di kedua mata anak Ibu lumayan parah dan dalam. Saya sangat menyesal untuk membicarakan Ini, anak Ibu mengalami kebutaan"
"TIDAK MUNGKIN"
"Maaf Bu"
----------
Aku pulang ke rumah, emosiku meluap. Rasanya Ingin ku cabut bulu kucing Itu. Namun, yang ku temui adalah seekor induk kucing yang sedang menatap sedih buntang anaknya yang terlilit sebuah baju dalam anakku.
"Aku mulai mengerti. Ternyata kucing ini hanya ingin melindungi anaknya. Jiwa seorang Ibu akan selalu terpanggil jika anaknya dalam bahaya, termasuk seekor kucing. Seekor kucing juga Ibu.
-The End-
Pedang, 19 September 2018
Bio: Bernama lengkap Septa Mila Sari, 19 tahun. Asal Musi Rawas, Sumsel dan seorang mahasiswa di STKIP-PGRI Lubuklinggau.
Komentar
Posting Komentar