Langsung ke konten utama

Essay Nilai Psikologi Dalam Naskah Drama Tradisional “Moneng Malem” (Mitos Dari Dusun Terawas Musi Rawas) Karya RD Kedum Oleh Julia Santi

Analisis Nilai Psikologi Dalam Naskah Drama Tradisional “Moneng Malem”
(Mitos Dari Dusun Terawas Musi Rawas) Karya RD Kedum
Oleh Julia Santi


Analisis merupakan penyelidikan yang bertujuan untuk menguraikan suatu informasi yang terkandung dalam suatu karya sastra dengan maksud membuktikan kebenarannya. Menurut Jabrohim (2001:10), analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. Petter Salim dan Yenni Salim (Sihotang, 2015:9) mengemukakan bahwa, analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan. Analisis yang dimaksud dalam penulisan ini adalah penelaahan naskah drama tradisional “Moneng Malem” (Mitos dari dusun Terawas Musi Rawas) oleh RD Kedum untuk mendeskripsikan nilai psikologi penokohan yang terkandung di dalamnya. Naskah drama itu sendiri adalah bentuk atau rencana tertulis dari cerita drama. Naskah drama mempunyai ciri khusus, yaitu memuat adanya dialog-dialog tokoh dan aturan-aturan pentas dan penuntun akting pemain yang disebut dengan teks samping. Naskah drama adalah karya fiksi yang memuat kisah atau lakon. Naskah yang lengkap terdiri atas babak dan adegan-adegan. (Rahmanto, dkk 2007:74).
Psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih dipertahankan. Dalam kepustakaan kita pada tahun lima puluh pun nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan kata psikologi. Namun, kini istilah jiwa tidak digunakan lagi karena bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa atau roh atau sukma sehingga istilah itu kurang tepat. Ahmadi (2003:4) mengemukakan bahwa, psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia seperti perasaan panca indra, pikiran, merasa (feeling), dan kehendak. Psikologi pada penokohan dipandang sebagai perwatakan tokoh cerita melalui sifat-sifat tingkah lakunya dalam cerita yang menampilkan struktur kepribadian terhadap aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam unsur-unsur pembangun suatu cerita. Menurut Sigmund Freud (Minderop, 2013:20) struktur kepribadian tersebut meliputi Id, Ego, dan Super Ego. Freud menyatakan bahwa Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan agar manusia memenuhi kebutuhan dasar seperti kebutuhan, dan menolak rasa tidak nyaman. Id berada di alam bawah sadar dan berhubungan dengan prinsip kesenangan yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan. Ego merupakan aspek psikologis dari kepribadian yang muncul setelah adanya hubungan dengan dunia luar atau lingkungan yang memenuhi kesenangan individu dengan dibatasi oleh realitas dan dipandang sebagai aspek spekulasif kepribadian. Ego bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas sadar dan prasadar dengan berpegang pada prinsip kenyataan atau reality prinsciple. Ego yang dalam bentuk aktivitas prasadar bersifat jahat, suka mabuk-mabukan, merampok, pembohong, bahkan membunuh dan pantang menyerah. Dan Super Ego mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Super Ego sama halnya dengan hati nurani yang mengenali nilai baik dan buruk. Super Ego menjadi suatu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri sehingga munculnya Super Ego dapat menjadi penengah dalam suatu tindakan. Wiyatmi (2011:11), mengatakan bahwa, Super Ego mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, dan mana yang tidak.
Pada naskah drama tradisional “Moneng Malem” oleh RD Kedum, terdapat Id yang terlihat dalam kutipan “Dengo sanak apa yang harus kita lakukan. Semakin hari bumi ini makin panas. Hutan dan kebun kita kering. Semua tumbuhan sumber makanan kita kering. Sebagian warga kita telah meninggalkan dusun kita. (Warga 1)” Pada kutipan tersebut menggambarkan adanya Id yang menekan agar berusaha untuk memenuhi keinginannya. Dan kutipan ini dapat menyakinkan kita bahwa Id dikatakan sebagai kepribadian di alam sadar manusia. Serta terdapat sifat yang pantang menyerah dalam menyampaikan segala sesuatu yang terjadi pada desanya. Meskipun tidak dapat melakukan tindakan untuk membantu warganya yang kekurangan air.
Pada penokohan Warga 2 terdapat Id yang terlihat pada kutipan “Beno nian sanak. Tiap aghai kita seperti hidup di dalam kurungan api. Siang malam bumi ini terasa sangat panas. Lama kelamaan kita akan mati kekeringan di sini. Apa yang harus kita lakukan?” Kutipan tersebut juga menggambarkan adanya Id yaitu menunjukkan energi psikis dan naluri yang menekan agar manusia memenuhi kebutuhan dasar seperti pada penokohan Warga 2 selalu berusaha untuk menyampaikan segala keresahan pada dirinya tentang kekeringan yang terjadi pada desanya.

Pada penokohan Warga 3 juga terdapat Id “Apa mungkin ini karena kesalahan kita, sehingga roh nenek moyang kita marah. Dibutanya dusun kita seperti dusun mati.” Kutipan tersebut menggambarkan adanya Id yakni adanya dorongan yang begitu mengendalikan dirinya sehingga menimbulkan prasangka buruk. Pada penokohan Warga 3 mengira bahwa musibah yang telah terjadi seolah-olah karena kesalahan mereka dan beranggapan bahwa semua yang terjadi karena roh nenek moyang marah kepada mereka. Hal ini dapat dikatakan bahwa termasuk Id karena merupakan bentuk kepribadian yang di bawah sadar manusia.
Dan pada tokoh Kedar terdapat Id yang terlihat dalam kutipan “Musibah ape Sukat? Musibah karena segale bekas bini wang nak ngah jadikan bini? Inilah penyebab kering dusun kite kak.” Kutipan tersebut menggambarkan Id yaitu berperan dalam bentuk aktivitas prasadar yang selalu mendorong dirinya untuk memenuhi keinginannya sehingga pada tokoh Kedar yang menganggap bahwa kekeringan terjadi akibat dari perbuatan Sukat yang semua janda ingin di peristri olehnya. Padahal itu hanyalah perasaan Kedar saja kepada Sukat yang beranggapan seperti itu. Kutipan tersebut menunjukan bahwa tokoh Kedar memiliki sifat yang suka berburuk sangkah terhadap sesamanya. Selain terdapat pada kutipan tersebut, nilai Id juga terdapat pada kutipan “Moneng malem, kemarau di dusun kita ini, disebabkan karena kelakuan Sukat. Nenek moyang kita marah, karena setiap janda di dusun ini dia sunting lalu dijadikannya bini. Lelaki macam apa coba. Bukankah ini kelakuan belis?” Kutipan tersebut menggambarkan Id yang juga berperan dalam bentuk aktivitas prasadar yang mendorong dirinya untuk memenuhi keinginnya sehingga ia berprasangka buruk terhadap Sukat, dan pada tokoh Kedar menunjukan bahwa tokoh tersebut memiliki hasrat atau berhalusinansi jika kemarau di desanya tersebut terjadi karena nenek moyang mereka marah yang disebabkan oleh kelakuan Sukat.
Selanjutnya, dalam tokoh Kedar terdapat Ego terlihat pada kutipan “kalau begitu, kita temui Moneng Malem. Dia adalah pemimpin kita. Usaha apa yang dilakukan Moneng Malem untuk kita? Dimana tanggungjawabnya sebagai pemimpin.” Kutipan tersebut menggambarkan adanya Ego yaitu bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah dengan menegaskan bahwa tokoh Kedar akan menemui Moneng Malem, dan ingin meminta pertanggung jawaban Moneng Malem sebagai pemimpin untuk melakukan tindakan terhadap musibah yang menimpa desa mereka.

“Kurang ajar (mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda) jaga mulutmu Kedar. Aku bebini karena aku tahu tanggung jawabku sebagai lanang. Bukan kanji cak ngah! Segale betine nak dikucak. Jangankan due, sikok bini pun nga dak dapat. (tokoh Sukat)”
Pada kutipan di atas menggambarkan adanya Ego yaitu termasuk dalam bentuk aktivitas prasadar yang bersifat jahat. Seperti pada kutipan “mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda.” tokoh Sukat menyampaikan dengan tegas kepada Kedar bahwa ia menikah lebih dari satu perempuan, ia akan bertanggung jawab bagaimana semestinya seorang laki-laki sejati.
Pada tokoh Sukat menggambarkan adanya Ego, bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas prasadar dengan berpegang pada prinsip kenyataan atau reality prinsciple. Ego yang ditunjukkan oleh tokoh Sukat dalam bentuk aktivitas prasadar bersifat jahat dengan menantang tokoh Kedar dan berkeinginan untuk membunuh Kedar. “sini kalu ngah nak mati. Ku lah lame nian muak ngan ngah. Tukang ngacau di dusuni.” Selain itu, juga terdapat dalam kutipan “Dia sudah kurang ajar Moneng Malem. Ini harga diri.” menggambarkan Ego, karena adanya aktivitas sadar dalam tokoh Sukat. Ia menyadari bahwa Kedar telah melakukan kesalahan dan Ia menganggap bahwa Kedar telah mencampakan dirinya.
Selanjutnya pada tokoh Sukat terdapat Super Ego seperti dalam kutipan “Hei jangan mimpi Kedar.” yaitu berusaha untuk mengontrol perilaku tokoh Kedar yang tidak boleh dilakukan dan menyatakan pernyataan kepada tokoh Kedar dengan intonasi tinggi bahwa sebaiknya tokoh Kedar jangan bermimpi atau beranggapan lebih terhadap Moneng Malem. “Berhenti!!! Ada apa ini. Mengapa kalian hendak saling bunuh? Apa tidak malu dilihat oleh orang banyak?” Kutipan tersebut menggambarkan adanya Super Ego yaitu menjadi suatu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri sehingga munculnya Super Ego dapat menjadi penengah dalam suatu tindakan, seperti pada tokoh Moneng Malem yang menjadi penengah dalam pertikaian antara tokoh Sukat dan tokoh Kedar yang ingin saling bunuh. Selain itu, tokoh Moneng Malem menggambarkan adanya Super Ego yang juga menjadi penengah dan pengontrol, serta memutuskan bahwa kekeringan yang menimpa di desa mereka bukan karena ulah Sukat yang mempunyai istri yang lebih dari satu tetapi kekeringan tersebut terjadi karena musibah. Terlihat pada kutipan “Tutup mulutmu Kedar! Jangan kau menyebar fitnah murahan itu. Kemarau di dusun kita tidak ada sangkut pautnya dengan Sukat yang beristri lebih dari satu.tidak pula ada sangkut pautnya dengan sumpah dan kemarahan nenek moyang kita.”
Dan dalam tokoh Moneng Malem juga menggambarkan adanya Super Ego karena pada tokoh Moneng Malem dapat mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Tokoh Moneng Malem, menyadari tentang kegelisahan warganya, sehingga ia berusaha untuk datang ke desanya. Yang terlihat pada kutipan “Aku tahu kegelisahan kalian. Untuk itulah aku datang kemari.” Selain itu, tokoh Sanui juga menggambarkan Super Ego yakni menjadi suatu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri sehingga munculnya Super Ego dapat menjadi penengah dalam suatu tindakan, serta dapat mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, dan mana yang tidak. Yang terlihat dalam kutipan “Belajarlah mendengarkan pendapat orang, Sangkut. Siapa tahu kita mendapatkan solusinya.” Pada tokoh Sanui tersebut, berusaha untuk menenangkan tokoh Sangkut, agar mendengarkan pendapat orang lain sehingga mampu mendapatkan solusi dalam memecahkan suatu masalah.
Dengan demikian, pada naskah drama tradisional “Moneng Malem” (Mitos dari dusun Terawas Musi Rawas) oleh RD Kedum terdapat nilai psikologi penokohan yang terkandung di dalamnya, seperti Id, Ego, dan Super Ego. Dari kutipan-kutipan dialog menunjukkan adanya Id yang menekan agar manusia memenuhi kebutuhan dasar seperti kebutuhan, dan menolak rasa tidak nyaman. Id berada di alam bawah sadar dan berhubungan dengan prinsip kesenangan yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan. Pada naskah drama tradisional tersebut juga terdapat Ego yang bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas sadar dan dalam bentuk aktivitas prasadar yang bersifat jahat, bahkan membunuh. Hal ini ditunjukkan dari kutipan-kutipan yang ada dalam naskah drama tradisonal tersebut.
Selain itu, juga terdapat Super Ego yang menjadi suatu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri sehingga munculnya Super Ego dapat menjadi penengah dalam suatu tindakan serta mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, dan mana yang tidak. Hal tersebut juga ditunjukkan dari kutipan-kutipan yang ada dalam naskah drama trasional “Moneng Malem” (Mitos dari dusun Terawas Musi Rawas) oleh RD Kedum.








DAFTAR PUSTAKA





Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindata Graha Widya.
Minderop, Albretine. 2013. Psikologi Sstra: Karya Sastra, Metode Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obes Indonesia.
Rahmanto, dkk. 2007. Pemandu Di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Sihotang, Rika Marsita Doran. 2015. Analisis Nilai Sosial Kumpulan Puisi Membaca Diri Karya Gol A Gong. Lubuklinggau.
Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kanwa Publisher.





















TABEL KERJA APRESIASI ANALISIS NILAI PSIKOLOGI

Tabel 1.1
No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Id Ego Super Ego Analisis Ket
1. Moneng Malem

Tabel 1.2 Analisis Id

No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Analisis Id Ket
1. Moneng Malem 001 Warga 1 “Dengo sanak apa yang harus kita lakukan. Semakin hari bumi ini makin panas. Hutan dan kebun kita kering. Semua tumbuhan sumber makanan kita kering. Sebagian warga kita telah meninggalkan dusun kita.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id, dengan adanya dorongan dalam diri Warga 1 untuk memenuhi keinginannya. Kutipan ini dapat menyakinkan kita bahwa Id dikatakan sebagai kepribadian dalam alam sadar manusia. Serta terdapat sifat yang pantang menyerah dalam menyampaikan segala sesuatu yang terjadi pada desanya. Meskipun tidak dapat melakukan tindakan untuk membantu warganya yang kekurangan air.
2. 002 Warga 2 “Beno nian sanak. Tiap aghai kita seperti hidup di dalam kurungan api. Siang malam bumi ini terasa sangat panas. Lama kelamaan kita akan mati kekeringan di sini. Apa yang harus kita lakukan?” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut juga menggambarkan Id yaitu menunjukkan energi psikis dan naluri yang menekan agar manusia memenuhi kebutuhan dasar seperti pada penokohan Warga 2 selalu berusaha untuk menyampaikan  segala keresahan pada dirinya tentang kekeringan yang terjadi pada desanya.
3. 003 Warga 3  “Apa mungkin ini karena kesalahan kita, sehingga roh nenek moyang kita marah. Dibutanya dusun kita seperti dusun mati.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id yakni adanya dorongan yang begitu mengendalikan dirinya sehingga menimbulkan prasangka buruk. Pada penokohan Warga 3 mengira bahwa musibah yang telah terjadi seolah-olah karena kesalahan mereka dan beranggapan bahwa semua yang terjadi karena roh nenek moyang marah kepada mereka. Hal ini dapat dikatakan bahwa termasuk Id karena merupakan bentuk kepribadian yang di bawah sadar manusia.
4. 004 Tokoh Kedar “Musibah ape Sukat? Musibah karena segale bekas bini wang nak ngah jadikan bini? Inilah penyebab kering dusun kite kak.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id yaitu berperan dalam bentuk aktivitas prasadar yang selalu mendorong dirinya untuk memenuhi keinginannya sehingga pada tokoh Kedar yang menganggap bahwa kekeringan terjadi akibat dari perbuatan Sukat yang semua janda ingin di peristri olehnya. Padahal itu hanyalah perasaan Kedar saja kepada Sukat yang beranggapan seperti itu. Kutipan tersebut menunjukan bahwa tokoh Kedar memiliki sifat yang suka berburuk sangkah terhadap sesamanya.
5. 005 Tokoh Kedar “ Moneng malem, kemarau di dusun kita ini, disebabkan karena kelakuan Sukat. Nenek moyang kita marah, karena setiap janda di dusun ini dia sunting lalu dijadikannya bini. Lelaki macam apa coba. Bukankah ini kelakuan belis?” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id yang juga berperan dalam bentuk aktivitas prasadar yang mendorong dirinya untuk memenuhi keinginnya sehingga ia berprasangka buruk terhadap Sukat, dan pada tokoh Kedar menunjukan bahwa tokoh tersebut memiliki hasrat atau berhalusinansi jika kemarau di desanya tersebut terjadi karena nenek moyang mereka marah yang disebabkan oleh kelakuan Sukat.

Tabel 1.3 Analisis Ego

No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Analisis Ego Ket
1. Moneng Malem 006 Tokoh Kedar “kalau begitu, kita temui Moneng Malem. Dia adalah pemimpin kita. Usaha apa yang dilakukan Moneng Malem untuk kita? Dimana tanggungjawabnya sebagai pemimpin.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Ego yaitu bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah dengan menegaskan bahwa tokoh Kedar akan menemui Moneng Malem, dan ingin meminta pertanggung jawaban Moneng Malem sebagai pemimpin untuk melakukan tindakan terhadap musibah yang menimpa desa mereka.
2. 007 Tokoh Sukat “Kurang ajar (mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda) jaga mulutmu Kedar. Aku bebini karena aku tahu tanggung jawabku sebagai lanang. Bukan kanji cak ngah! Segale betine nak dikucak. Jangankan due, sikok bini pun nga dak dapat.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Ego yaitu termasuk dalam bentuk aktivitas prasadar yang bersifat jahat. Seperti pada kutipan “mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda.” tokoh Sukat menyampaikan dengan tegas kepada Kedar bahwa ia menikah lebih dari satu perempuan, ia akan bertanggung jawab bagaimana semestinya seorang laki-laki sejati.
3. 008 Tokoh Sukat “sini kalu ngah nak mati. Ku lah lame nian muak ngan ngah. Tukang ngacau di dusuni.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan adanya Ego bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas prasadar dengan berpegang pada prinsip kenyataan atau reality prinsciple. Ego yang ditunjukkan oleh tokoh Sukat dalam bentuk aktivitas prasadar bersifat jahat dengan menantang tokoh Kedar dan berkeinginan untuk membunuh Kedar.
4. 009 Tokoh Sukat “Dia sudah kurang ajar Moneng Malem. Ini harga diri.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, dalam kutipan tersebut menggambarkan Ego, karena adanya aktivitas sadar dalam tokoh Sukat. Ia menyadari bahwa Kedar telah melakukan kesalahan dan Ia menganggap bahwa Kedar telah mencampakan dirinya.

Tabel 1.3 Analisis Superego

No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Analisis Superego Ket
1. Moneng Malem 010 Tokoh Sukat “Hei jangan mimpi Kedar. Moneng Malem manusia biasa seperti kita. Kekeringan dikampung kita bukan karena Moneng Malem. Tapi ini musibah!” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, dalam kutipan tersebut menggambarkan Super Ego yaitu berusaha untuk mengontrol perilaku tokoh Kedar yang tidak boleh dilakukan dan menyatakan pernyataan dengan intonasi tinggi bahwa sebaiknya tokoh Kedar jangan bermimpi atau beranggapan lebih terhadap Moneng Malem, dan tokoh Sukat juga menjelaskan kepada tokoh Kedar bahwa tokoh Moneng Malem itu adalah manusia biasa sama seperti mereka, serta kekeringan  yang terjadi  di desa bukanlah ulah Moneng Malem melainkan musibah.
2. 011 Tokoh Moneng Malem “berhenti!!! Ada apa ini. Mengapa kalian hendak saling bunuh? Apa tidak malu dilihat oleh orang banyak?” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Super Ego yaitu menjadi satu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri sehingga munculnya Super Ego dapat menjadi penengah dalam suatu tindakan, seperti pada tokoh Moneng Malem yang menjadi penengah dalam pertikaian antara tokoh Sukat dan tokoh Kedar yang ingin saling bunuh.
3. 012 Tokoh Moneng Malem “Tutup mulutmu Kedar! Jangan kau menyebar fitnah murahan itu. Kemarau di dusun kita tidak ada sangkut pautnya dengan Sukat yang beristri lebih dari satu.tidak pula ada sangkut pautnya dengan sumpah dan kemarahan nenek moyang kita.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan adanya Super Ego karena tokoh Moneng Malem juga menjadi penengah dan pengontrol, serta memutuskan bahwa kekeringan yang menimpa di desa mereka bukan karena ulah Sukat yang mempunyai istri yang lebih dari satu tetapi kekeringan tersebut terjadi karena musibah.
4. 013 Tokoh Moneng Malem “Aku tahu kegelisahan kalian. Untuk itulah aku datang kemari.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Super Ego karena pada tokoh Moneng Malem dapat mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Tokoh Moneng Malem, menyadari tentang kegelisahan warganya, sehingga ia berusaha untuk datang ke desanya.
5. 014 Tokoh Sanui “Belajarlah mendengarkan pendapat orang, Sangkut. Siapa tahu kita mendapatkan solusinya.” Jika dipandang dari aspek psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Super Ego yakni menjadi suatu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri sehingga munculnya Super Ego dapat menjadi penengah dalam suatu tindakan, serta dapat mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, dan mana yang tidak. Pada tokoh Sanui, berusaha untuk menenangkan tokoh Sangkut, agar berusaha mendengarkan pendapat orang lain sehingga mampu mendapatkan solusi dalam memecahkan suatu masalah.












Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah ke-pgri-an hubungan pgri secara vertikal dan horizontal

BAB I PENDAHULUAN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas sebagai berikut. 1. Bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal ? 2. Bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal ? 3. Bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat ? 4. Bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal . 2. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat. 4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup makalah ini hanya membahas mengenai kerjasama PGRI secara vertikal, kerjasama PGRI secara horizontal, hubungan PGRI dengan pemerintah pusat serta membahas mengenai hubungan luar negeri dengan EI (Educational International). E. Man

Makalah Perkembangan Peserta Didik Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karir, Kehidupan Berkeleuarga dan Penyesuaian Diri Remaja

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karier,Kehidupan Berkeluarga dan Penyesuaian Diri Remaja”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Kami harap makalah perkembangan perserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan

Makalah Teori Sastra Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi,Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, Jenis-Jenis Puisi”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Diharap makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi” dapa