Langsung ke konten utama

Essay Nilai Psikologi dalam Naskah Drama Tradisional “Moneng Malam” oleh RD Kedum A. Pengertian Analisis

Nama : Eko Saputra
Npm : 2017009
Mata Kuliah : Apresiasi Drama
Dosen Pengampu : Dr. Rusmana Dewi, M. Pd.

Analisis Nilai Psikologi dalam Naskah Drama Tradisional
“Moneng Malam”
oleh RD Kedum

A. Pengertian Analisis
Analisis merupakan penyelidikan yang bertujuan untuk menguraikan suatu informasi yang terkandung dalam suatu karya sastra dengan maksud membuktikan kebenarannya. Menurut Jabbrohim (2000:10), analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannyasatu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. Dan menurut Somad, dkk. (2008:108), analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan meneelah bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Berdasarkan definisi di atas, analisis adalah penyelidikan terhadap suatu informasi atau permasalahan melalui beberapa percobaan dan pengujian sehingga dapat diketahui kebenaran atas keadaan atau peristiwa yang diselidiki. Analisis yang dimaksud dalam penulisan ini adalah penelaahan drama tradisional “Moneng Malam”untuk mendeskripsikan nilai psikologi penokohan yang terkandung di dalamnya.
Menurut  Suaka (2014:122) langkah-langkah analisis sebagai berikut:
1. Membaca secara cermat, seksama, dan kritis untuk memahami dan menemukan data yang telah ditetapkan.
2. Data dikelompokkan berdasarkan masalah penulisan
3. Menganalisis data
4. Mendeskripsikan data
5. Membuat kesimpulan sesuai dengan  masalah dan tujuan penulisan.
6. Menyusun hasil analisis

B. Pengertian Psikologi
Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. Kata psyche berarti “jiwa, roh atau sukma”, sedangkan kata logos berarti “ilmu”. Jadi, psikologi, secara harfnah berarti “ilmu jiwa’, atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. Dulu ketika psikologi masih berada atau merupakan bagian dari ilmu filsafat. Menurut Chaer (2009:2) “Psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih dipertahankan. Dalam kepustakaan kita pada tahun lima puluh pun nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan kata psikologi. Namun, kini istilah jiwa tidak digunakan lagi karena bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa atau roh atau sukma sehingga istilah itu kurang tepat.”
Teori-teori yang bcrkaitan dengan analisis psikologi berkembang di abad ke dua puluh ini seiring dengan pendekatan-pendekatan yang lain, seperti sosiologi sastra, antropologi sastra dan lainnya. Menurut Ratna (2012:340) “Bahwa pada dasamya, baik psikologi sastra, sosiologi sastra dan antropologi sastra dibangun atas dasar asumsi-asumsi genesis, dalam kaitannya dengan usul-usul karya. Apabila sosiologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan menghasilkannya, sebagai latar belakang sosialnya, maka psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan fiksi, dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang, tokoh dan pcmbaca. Selanjutnya Menurut Endraswara (2008.96) psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan.”
Pendapat kedua para ahli di atas disimpulkan bahwa psikologi adalah suatu ilmu jiwa yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, fungsi psikologi itu sendiri adalah melakukan penjelajahan ke dalam batin dalam jiwa yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra. Psikologi pada penokohan dipandang sebagai perwatakan tokoh cen'ta melalui sifat-sifat tingkah lakunya dalam cerita yang menampilkan struktur kepribadian terhadap aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam unsur-unsur pembangun pada novel. Tingkah laku menampilkan struktur kepribadian. Menurut Freud (dalam Ratna, 2012:62-63) “teori Struktur kepribadian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 1d, Ego, dan Superego”.
1. Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian menurut Sigmund Freud (dalam Rama, 2012:62) terdiri tiga elemen. Ketiga struktur kepribadian dikenal sebagai id. ego, dan superego, yang berkerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.
a. Id
Menurut Sigmund Freud (dalam Ratna, 2012:62) “struktur kepribadian pada id atau es adalah dorong-dorong primitif yang harus dipuaskan salah satunya adalah Iibdo di atas. Id dengan demikan mempakan kenyataan subjektif primer, dunia batin sebelum individu memiliki pengalaman tentang dunia luar.” Menurut Sigmund F reud (Susanto, 2012:161) struktur kepribadian id adalah struktur kepribadian ini dalam kclompok tipografl dapat disejajarkan dengan ketidaksadaran manusia. 1d dianggap sebagai struktur kepribadian. yang tertua yang ada sejak manusia dilahirkan. 1d ini diturunkan secara genetik dan berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis. 1d menjadi satu sumber energi pada manusia. 1d sendiri bersifat kacau, artinya bahwa mekanisme kerja dan id ini tanpa aturan, tidak mengenal nilai-nilai moralitas dan tidak bisa membedakan antara benar dan salah. Ia berkerja atas dasar keinginan terhadap kesenangan dan tidak senang.
Kedua pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa struktur kepribadian pada id merupakan satu-satunya komponen dalam kepribadian yang telah ada sejak saat manusia lahir. Komponen kepribadian ini merupakan aspek kepribadian yang sepenuhnya sadar dan tergolong perilaku yang bersifat naluriah dan primitive. 1d sendiri berkerja dengan dua cara, yakni secara refleksi dan melalui proses primer. Sebagai contoh ketika menginjak api, maka orang langsung menghindar. Kerja semacam ini dinamakan refleksi. Namun, refleksi ini tidak selalu mampu menahan ketegangan sehingga manusia memerlukan satu citra yang ideal dari objek yang ingin diraihnya atau objek pemuasan sebagai kebutuhan mendasar. Cara kerja ini sering disebut sebagai satu proses pembayangan dan dianggap sebagai primer yang dicirikan tidak masuk akal atau tidak logis, tidak dapat membedakan antara khayalan dan realitas. Dorongan-dorongan dari id dapat dipusatkan melalui proses primer yang dapat diperoleh dengan tiga macam, yaitu berupa perbuatan, fungsi kognitif, dan ekspresi dari emosi.
Contoh analisis Id pada kutipan naskah drama Moneng Malem yang terdapat pada tokoh Warga 1 “Dengo sanak apa yang harus kita lakukan. Semakin hari bumi ini makin panas. Hutan dan kebun kita kering. Semua tumbuhan sumber makanan kita kering. Sebagian warga kita telah meninggalkan dusun kita.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id, karena adanya dorongan dalam diri Warga 1 ini untuk memenuhi keinginannya, dan untuk berusaha menyampaikan segala sesuatu yang terjadi pada desanya. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu warga desanya agar tidak kekurangan air. Kutipan ini dapat menyakinkan kita bahwa Id dikatakan sebagai kepribadian dalam bawah sadar manusia.
b. Ego
Menurut Sigmund Freud (dalam Ratna, 2012:62) “struktur kepribadian pada ego bertugas untuk mengontrol id.” Menurut Sigmund Freud (Susanto, 2012:61) “struktur kepribadian pada ego merupakan tingkat kesadaran. Manusia dalam proses hidup memerlukan kebutuhan untuk mampu membedakan antara yang khayal dan yang bukan khayal sehingga terbentuklah kepribadian yang selanjutnya, yakni ego. Ego merupakan bagian dari kepribadian yang harus patuh terhadap id dalam mencari realitas yang id butuhkan dalam peredam dari ketegangan-ketegangan. Atas asumsi ini dapat dikatakan bahwa ego telah mampu membedakan antara khayal dan bukan khayal. Dia mampu meredam ketegangan dengan batas tertentu karena ego itu berkerja berdasarkan pada prinsip realitas. Dengan mempertahankan prinsip realitas itu ego dapat menunda pemuasaan kebutuhan dengan cara diubah pemuasaannya atau menunda pemuasan diri dengan cara mencari pemuasan yang lain sesuai dengan prinsip sosial, lingkungan, dan hati nurani. Ego juga menggunakan pikiran secara rasional dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan tersebut.”
Kedua pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa struktur kepribadian pada ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab dengan berkerja dengan berlandaskan pada prinsip realitas melakukan pertimbangan dengan membandingkan antara manfaat dan kerugian dari suatu tindakan sebelum melakukan suatu tindakan dengan mengikuti implus, di mana pemuasan keinginan id dicapai melalui usaha dan cara-cara yang realitas dan dapat diterima dengan baik secara sosial untuk berhubungan dengan dunia nyata.
Ego dalam struktur kepn'badian memiliki beberapa fungsi, yaitu: Menahan menyalurkan dorongan, mengatur desakan dorong-dorongan yang sampai pada kesadaran, mengarah suatu perbuatan agar mencapai tujuan yang diterima, berpikir logis dan memperguna pengalaman emosi-emosi kecewa sebagai tanda adanya suatu yang salah, yang tidak benar, agar kelak dapat dikategorikan dengan hal lain untuk memusatkan apa yang akan dilakukan sebaik-baiknya. Contoh kutipan ego yang terdapat pada naskah drama Moneng Malem yaitu terdapat pada tokoh Kedar “kalau begitu, kita temui Moneng Malem. Dia adalah pemimpin kita. Usaha apa yang dilakukan Moneng Malem untuk kita? Dimana tanggungjawabnya sebagai pemimpin.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Ego yang mengungkapkan bahwa dia akan menemui Moneng Malem yang merupakan pemimpinnya. Dan tokoh Kedar ingin meminta pertanggung jawaban Moneng Malem sebagai pemimpin untuk berbuat sesuatu atas musibah yang menimpa dusun mereka. Hal ini dapat dikatakan termasuk Ego karena merupakan bentuk aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah, dengan menegaskan bahwa tokoh Kedar akan menemui Moneng Malem.

c. Superego
Menurut Sigmund Freud (dalam Ratna, 2012:62) “struktur kepribadian pada superego berisi kata hati.” Menurut Sigmund Freud (Susanto, 2012:61) “struktur kepribadian pada superego merupakan tingkat kesadaran. Superego secara sederhana dapat diartikan sebagai representasi dari berbagai nilai dan hukum-hukum suatu masyarakat dalam individu tersebut berada. Superego diperoleh seseorang ketika waktu masa kecil melalui proses pendidikan, sosialisasi, perintah, dan larangan ataupun hukuman. Bila tahap oidipal dilakukan dengan baik, maka superego seseorang itu dapat terbentuk dengan baik pula.” Sigmund Freud (dalam Ratna, 2012:62) “membagi superego ini dalam dua bentuk yakni ego ideal dan hati nurani. Hukuman dan larangan yang diberikan proses pendidikan pada waktu kecil mampu membentuk hati nurani dari seseorang. Ego ideal merupakan wujud dari sosialisasi waktu kecil melalui pujian dan pemberian hadiah atas berbagai tindakan yang dianggap baik oleh lingkungan, terutama keluarga. Superego ini menjadi satu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri.
Kedua pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa struktur kepribadian pada superego merupakan lromponen-komponen yang berfungsi untuk menampung semua standar moral dan cita-cita yang kita peroleh dari orang tua dan masyarakat sekitar, termasuk nilai-nilai tentang apa yang benar dan salah dalam masyarakat. Superego memberikan petunjuk untuk membuat penilaian. Superego mencakup berbagai peraturan dan standar perilaku yang diharapkan dalam masyarakat. Mengikuti peraturan ini menimbulkan perasaan bangga. Contoh kutipan super ego pada kutipan naskah drama Moneng Malem yaitu terdapat pada tokoh Sanui “Sabar Mak Nung. Sayang sekali kalau sampai dusun ini kita tinggalkan. Bagimanapun dusun ini adalah tempat kita dilahirkan dan dibesarkan. Nenek moyang kita telah merintis dusun ini sejak dulu kala.” Jika dilihat dari psikologis kutipan tersebut memnggambarkan Super Ego karena tokoh sanui berusaha mengeluarkan pendapatnya untuk meyakinkan Moneng Malam dan warga agar tidak meninggalkan dusun yang mereka tinggalkan, sebab dusun itu merupakan peninggalan nenek moyang mereka.
C. Naskah Drama
Menurut Rahmanto dan Adji (2007:74), naskah drama adalah bentuk atau rencana tertulis dari cerita drama. Naskah drama mempunyai ciri khusus, yaitu memuat adanya dialog-dialog tokoh dan aturan-aturan pentas dan penuntun akting pemain yang disebut dengan teks samping. Biasanya dialog ditulis dengan huruf tegak, sementara teks samping ditulis dengan huruf miring. Naskah drama adalah karya fiksi yang memuat kisah atau lakon. Naskah yang lengkap terdiri atas babak dan adegan-adegan. Ada beberapa kategori naskah pentas yaitu naskah yasan, naskah terjemahan, dan naskah garapan. Biasanya penggarapan naskah terikat oleh jalan cerita sebelumnya, sehingga bagian kecil saja yang diubah. Hal ini memang lebih mudah sebab penggarap tidak perlu berimajinasi dari awal. (Endraswara 2011:37).
Apabila kita membaca sebuah naskah drama, melalui alur cerita yang berbentuk dialog, sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya, kita dapat memetik nilai-nilai atau mengambil hikmah dari pesan-pesan yang disampaikan atau diamatkan oleh pengarang lakon. Jenis dan wujud nilai-nilai yang terdapat dalam lakon-lakon drama menyangkut seluruh persoalan harkat dan martabat manusia. Dalam menyampaikan nilai-nilai ada dua bentuk yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, naskah drama adalah bentuk atau rencana tertulis dari cerita drama terdiri atas babak dan adegan-adegan serta aturan-aturan pentas dan penuntun akting pemain yang disebut dengan teks samping.
TABEL KERJA APRESIASI ANALISIS NILAI PSIKOLOGI

Tabel 1.1
No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Id Ego Superego Analisis Ket
1. Moneng Malem
2.





Tabel 1.2 Analisis Id

No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Analisis Id Ket
1. Moneng Malem 001 Warga 1 “Dengo sanak apa yang harus kita lakukan. Semakin hari bumi ini makin panas. Hutan dan kebun kita kering. Semua tumbuhan sumber makanan kita kering. Sebagian warga kita telah meninggalkan dusun kita.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id, karena adanya dorongan dalam diri Warga 1 ini untuk memenuhi keinginannya, dan untuk berusaha menyampaikan segala sesuatu yang terjadi pada desanya. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu warga desanya agar tidak kekurangan air. Kutipan ini dapat menyakinkan kita bahwa Id dikatakan sebagai kepribadian dalam bawah sadar manusia.
2. 002 Warga 2 “Beno nian sanak. Tiap aghai kita seperti hidup di dalam kurungan api. Siang malam bumi ini terasa sangat panas. Lama kelamaan kita akan mati kekeringan di sini. Apa yang harus kita lakukan?” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut juga menggambarkan Id. Hal ini dikarenakan tokoh Warga 2 juga berusaha menyampaikan segala sesuatu yang terjadi pada desanya tentang kekeringan air, sehingga ia merasa resah. Namun ia tidak dapat melakukan apa-apa untuk menyelamatkan warganya.
3. 003 Warga 3  “Apa mungkin ini karena kesalahan kita, sehingga roh nenek moyang kita marah. Dibutanya dusun kita seperti dusun mati.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id. Tokoh warga 3 mengira bahwa musibah yang telah terjadi seolah-olah karena kesalahan mereka dan beranggapan bahwa semua yang terjadi karena roh nenek moyang marah kepada mereka, serta tokoh  warga 3 ini menyatakan bahwa dusun yang mereka tempati seperti dusun mati, artinya dusun tersebut tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Hal ini dapat dikatakan termasuk Id karena merupakan bentuk kepribadian yang di bawah sadar manusia.
4. 004 tokoh Kedar “Musibah ape Sukat? Musibah karena segale bekas bini wang nak ngah jadikan bini? Inilah penyebab kering dusun kite kak.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id, pada tokoh Kedar yang menganggap bahwa kekeringan terjadi akibat dari perbuatan Sukat yang semua janda ingin di peristri olehnya. Padahal itu hanyalah perasaan Kedar saja kepada Sukat yang beranggapan seperti itu. Kutipan tersebut menunjukan bahwa tokoh Kedar memiliki sifat yang suka berburuk sangkah terhadap sesamanya.
5. 005 Tokoh Kedar “ Moneng malem, kemarau di dusun kita ini, disebabkan karena kelakuan Sukat. Nenek moyang kita marah, karena setiap janda di dusun ini dia sunting lalu dijadikannya bini. Lelaki macam apa coba. Bukankah ini kelakuan belis?” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Id, pada tokoh Kedar menunjukan bahwa tokoh tersebut memiliki hasrat atau berhalusinansi jika kemarau di dusunnya itu terjadi karena nenek moyang mereka marah yang disebabkan oleh kelakuan Sukat.

Tabel 1.3 Analisis Ego

No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Analisis Ego Ket
1. Moneng Malem 006 tokoh Kedar “kalau begitu, kita temui Moneng Malem. Dia adalah pemimpin kita. Usaha apa yang dilakukan Moneng Malem untuk kita? Dimana tanggungjawabnya sebagai pemimpin.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Ego yang mengungkapkan bahwa dia akan menemui Moneng Malem yang merupakan pemimpinnya. Dan tokoh Kedar ingin meminta pertanggung jawaban Moneng Malem sebagai pemimpin untuk berbuat sesuatu atas musibah yang menimpa dusun mereka. Hal ini dapat dikatakan termasuk Ego karena merupakan bentuk aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah, dengan menegaskan bahwa tokoh Kedar akan menemui Moneng Malem.

2. 007 tokoh Sukat “Kurang ajar (mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda) jaga mulutmu Kedar. Aku bebini karena aku tahu tanggung jawabku sebagai lanang. Bukan kanji cak ngah! Segale betine nak dikucak. Jangankan due, sikok bini pun nga dak dapat.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Ego karena tokoh Sukat menyampaikan dengan tegas kepada Kedar bahwa ia menikah lebih dari satu perempuan, ia akan bertanggung jawab bagaimana semestinya seorang laki-laki sejati. Kutipan ini menunjukan adanya Ego karena termasuk dalam bentuk aktivitas prasadar yang bersifat jahat. Seperti pada kutipan “mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda.”
3. 008 tokoh Sukat “sini kalu ngah nak mati. Ku lah lame nian muak ngan ngah. Tukang ngacau di dusuni.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan adanya Ego, karena pada tokoh Sukat terlihat menantang tokoh Kedar dan berkeinginan untuk membunuh Kedar. Hal ini juga merupakan bentuk aktivitas prasadar yang bersifat jahat.
4. 009 tokoh Sukat “Dia sudah kurang ajar Moneng Malem. Ini harga diri.” Jika dilihat dari sudut pandang penokohan, dalam kutipan tersebut menggambarkan Ego, karena adanya aktivitas sadar dalam tokoh Sukat. Ia menyadari bahwa Kedar telah melakukan kesalahan dan Ia menganggap bahwa Kedar telah mencampakan dirinya.
5. 010 tokoh Warga 1 “ lalu apa yang harus kita lakukan Moneng? Lama kelamaan kita pun akan mati seperti pohon-pohon itu. Kita akan mati pelan-pelan karena bukan saja kehausan, tapi juga kelaparan.” Jika dilihat dari segi psikologi nya kutipan tersebut menggambarkan Ego, karena adanya pertanyaan yang muncul dari warga 1 yang dilakukan dengan sadar dan warga 1 itu merasakan kecemasan dalam dirinya akan terjadi kehausan dan juga kelaparan pada dusun mereka. Dan hal itu membuat warga 1 untuk meminta pendapat terhadap Moneng yang merupakan pimpinan dusun.
6. 011 tokoh Mak Nung “Moneng, bagaimana kalau kita pindah saja ke tanah huluan. Kita cari sumber mata air. Barangkali saja meski kemarau panjang, masih ada mata air yang bisa kita  manfaatkan. Dusun hilir sudah ditinggalkan penduduknya Moneng. Mereka sudah pindah mencari hiliran sungai. Kabarnya, ke Muara Jamb sana. Jiak dilihat dari segi psikologis kutipan disamping menggambarkan Ego, karena tokoh Mak Nung yang mengeluarkan pendapat secara sadar untuk pindah dari dusun mereka dan mencari sumber air kedusun tanah huluan. Pendapat tersebut timbul dari diri Mak Nnung kerena adanya ke khawatiran dalam diri Mak Nung.

Tabel 1.3 Analisis Superego

No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Analisis Superego Ket
1. Moneng Malem 010 tokoh Sukat “Hei jangan mimpi Kedar.” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, dalam kutipan tersebut menggambarkan Super Ego karena tokoh Sukat menyatakan pernyataan kepada tokoh Kedar dengan intonasi tinggi bahwa sebaiknya tokoh Kedar jangan bermimpi atau beranggapan lebih terhadap Moneng Malem. Kutipan tersebut dapat dikatakan termasuk Super Ego karena tokoh Sukat berusaha untuk mengontrol perilaku tokoh Kedar yang tidak boleh dilakukan.
2. 011 tokoh Sukat “Moneng Malem manusia biasa seperti kita. Kekeringan dikampung kita bukan karena Moneng Malem. Tapi ini musibah!” Jika dilihat dari sudut psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Super Ego karena tokoh Sukat menjelaskan kepada tokoh Kedar bahwa tokoh Moneng Malem itu adalah manusia biasa sama seperti mereka dan tokoh Sukat juga menjelaskan bahwa kekeringan  yang terjadi  di kampung mereka bukan ulah Moneng Malem melainkan itu adalah musibah.
3. 012 tokoh Moneng Malem “berhenti!!! Ada apa ini. Mengapa kalian hendak saling bunuh? Apa tidak malu dilihat oleh orang banyak?” Jika dilihat dari psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Super Ego karena tokoh Moneng Malem menjadi penengah dalam pertikaian antara tokoh Sukat dan tokoh Kedar yang ingin saling bunuh.
4. 013 tokoh Moneng Malem “tutup mulutmu Kedar! Jangan kau menyebar fitnah murahan itu. Kemarau di dusun kita tidak ada sangkut pautnya dengan Sukat yang beristri lebih dari satu.tidak pula ada sangkut pautnya dengan sumpah dan kemarahan nenek moyang kita.” Jika dilihat dari psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan adanya Super Ego karena tokoh Moneng Malem juga menjadi penengah dan pengontrol, serta memutuskan bahwa kekeringan yang menimpa di dusun mereka bukan karena ulah Sukat yang mempunyai istri yang lebih dari satu tetapi kekeringan itu terjadi karena musibah.
5. 014 tokoh Moneng Malem “Aku tahu kegelisahan kalian. Untuk itulah aku datang kemari.” Jika dilihat dari psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Super Ego karena pada tokoh Moneng Malem dapat mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Tokoh Moneng Malem, menyadari tentang kegelisahan warganya, sehingga ia berusaha untuk datang ke desanya.


6. 015 tokoh Sanui “Sabar Mak Nung. Sayang sekali kalau sampai dusun ini kita tinggalkan. Bagimanapun dusun ini adalah tempat kita dilahirkan dan dibesarkan. Nenek moyang kita telah merintis dusun ini sejak dulu kala.” Jika dilihat dari psikologis kutipan tersebut memnggambarkan Super Ego karena tokoh sanui berusaha mengeluarkan pendapatnya untuk meyakinkan Moneng Malam dan warga agar tidak meninggalkan dusun yang mereka tinggalkan, sebab dusun itu merupakan peninggalan nenek moyang mereka.
7. 016 tokoh Moneng Malam “Benar sekali apa yang dikatakan Sanui, Mak Nung. Kita tidak usah meninggalkan dusun ini. Hari ini bantu saya menyiapkan sedekah. Selanjutnya, kita akan rendam guci bergambar naga ini di hulu air. Mudah-mudahan, sungai terawas ini kembali berair. Jika dilihat dari segi psikologi nya. Kutipan tersebut merupakan Super Ego, karena moneng malam membuat keputusan dan bisa menjadi penengah dalam melakukan sesuatu yang terjai dalam keadaan tersebut. Keputusan Moneng Malam juga mempertegas perkataan dari tokoh Sanui.
8. 017 tokoh Sanui “Belajarlah mendengarkan pendapat orang , Sangkut. Siapa tahu kita mendapatkan solusinya.” Jika dilihat dari psikologi penokohan, kutipan tersebut menggambarkan Super Ego karena adanya pengendalian diri yang selalu menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Pada penokohan  ini seiring dengan kedewasaan seorang individu. Yang terdapat pada tokoh Sanui, berusaha untuk menenangkan tokoh Sangkut, agar berusaha mendengarkan pendapat orang lain sehingga mendapatkan solusi dalam memecahkan suatu masalah.
9. 018 tokoh Moneng Malam “ Warga dusun, dengo!Tolong bantu saya untuk menyiapkan sedekan ayo. Siapkan punjung dan kembang setaman. Lalu kita rendam guci ini di uluan sungai.” Dilihat dari segi psikologisnya kutipan tersebut merupakan Super Ego. Karena Moneng Malam membuat suatu keputusan dan keputusan itu disetujui oleh warga dusun. Tokoh moneng malam sudah berhasil meyainkan warga dusun untuk menuruti permintaannya.

10. 019 tokoh Koor (warga dusun) “ ayoo.. ayoo… kita siapkan.” Jika dilihat dari segi psikologis kutipan tersebut merupakan Super Ego, karena tokoh Koor melakukan apa yang Moneng Malem perintahkan. Koor menuruti permintaan Moneng Malam karena mereka ingin ada air kembali di dusunnya.


11. 020 tokoh warga 2 “ mari kita arak pahlawan kita, Moneng Malam. Dia telah menyelamatkan dusun kita dari bencana. Jika dilihat dari segi psikologi nya kutipan tersebut merupakan Super Ego, karena tokoh 2 melakukan tindakan dengan sadar lalu membuat keputusan mengajak warga dusun untuk mengarak pahlawan mereka yaitu Moneng Malam. Hal itu dilakukan oleh warga dusun karena Moneng Malam telah berhasil menyelamatkan dusun mereka dari kekeringan. Warga dusun bangga dan berterimakasih terhadap Moneng Malam karna itulah mereka mengarak Moneng Malam sebagai tanda terima kasih mereka.

12. 021 tokoh Koor (warga dusun) “ Betulll!!! Ayo mari kita arak Malem. Hidup Malem….. Hidup Malem.” Jika dilihat daris segi psikologinya kutipan tersebut merupakan Super Ego, karena Koor melakukan sesuatu dan membuat keputusan yang mereka setujui bersama. Mereka mengarak Malem dan membaga-banggakan malam di dusun tersebut.






























DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, Susanto. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prena Media Group.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama: Apresiasi, Ekspresi, dan Pengkajian. Yogyakarta: KAPS.

Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindata Graha Widya.
Rahmanto, dkk. 2007. Pemandu Di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perkembangan Peserta Didik Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karir, Kehidupan Berkeleuarga dan Penyesuaian Diri Remaja

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karier,Kehidupan Berkeluarga dan Penyesuaian Diri Remaja”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Kami harap makalah perkembangan perserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan

makalah ke-pgri-an hubungan pgri secara vertikal dan horizontal

BAB I PENDAHULUAN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas sebagai berikut. 1. Bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal ? 2. Bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal ? 3. Bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat ? 4. Bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal . 2. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat. 4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup makalah ini hanya membahas mengenai kerjasama PGRI secara vertikal, kerjasama PGRI secara horizontal, hubungan PGRI dengan pemerintah pusat serta membahas mengenai hubungan luar negeri dengan EI (Educational International). E. Man

Makalah Teori Sastra Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi,Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, Jenis-Jenis Puisi”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Diharap makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi” dapa