Langsung ke konten utama

Essay Nilai Psikologi Drama Tradisional "Moneng Malem" (Mitos Dusun Terawas) Karya RD Kedum


Analisis Nilai Psikologi Dalam Naskah Drama Tradisional “Moneng Malem”
(Mitos dari Dusun Terawas Musi Rawas)
Oleh RD Kedum



Nama : Herlina
Npm : 2017030
Kelas : V.A
Dosen Pengampu : Dr. Rusmana Dewi, M.Pd.



JURUSAN BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUK LINGGAU
TAHUN AKADEMIK 2019/2020


Analisis Nilai Psikologi Dalam Naskah Drama Tradisional “Moneng Malem”
(Mitos dari Dusun Terawas Musi Rawas)
Oleh RD Kedum
Wiradi (dalam Sasongko 2006:40) mengemukakan bahwa analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti menguraikan, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan kelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsir maknanya. Sedangkan menurut Arifin (2007:30) mengemukakan bahwa analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Berdasarkan definisi di atas, analisis adalah proses kegiatan yang dilakukan dengan cara menguraikan, membedakan, memilah sesuatu yang akan diteliti dan untuk digolongkan serta menarik kesimpulan berdasarkan bagiannya untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhannya.
Menurut Ahmadi (2003:4) Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktifitas individu dari sejak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia, ilmu pengetahuan ini mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia seperti perasaan panca indra, pikiran, merasa (feeling) dan kehendak. Sedangkan menurut Chaer (2009:2) psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih dipertahankan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, di mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.
Menurut Rahmanto dan Adji (2007:74) naskah drama adalah bentuk atau rencana tertulis dari cerita drama. Naskah drama mempunyai ciri khusus yaitu memuat adanya dialog-dialog tokoh dan aturan-aturan pentas dan penuntun akting pemain yang disebut dengan teks samping, serta naskah yang lengkap terdiri atas babak dan adegan-adegan. Apabila kita membaca sebuah naskah drama melalui alur cerita yang berbentuk dialog, sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya maka kita dapat memetik nilai-nilai atau mengambil hikmah dari pesan-pesan yang disampaikan atau diamanatkan oleh pengarang lakon.
Psikologi pada penokohan dipandang sebagai perwatakan tokoh melalui sifat-sifat tingkah lakunya dalam cerita yang menampilkan struktur kepribadian terhadap aspek-aspek kejiwaan. Menurut Freud (dalam Ratna, 2012:62-63) struktur kepribadian manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Id, Ego, dan Super ego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks. Menurut Sigmund Freud (Susanto, 2012:161) Id dianggap sebagai struktur kepribadian yang tertua yang ada sejak manusia dilahirkan, id diturunkan secara genetik dan berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis, ia bekerja atas dasar keinginan terhadap kesenangan dan tidak senang. Menurut Endraswara (2013:101) mengatakan  Id adalah aspek kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur kepribadian pada id merupakan satu-satunya komponen dalam kepribadian yang telah ada sejak manusia itu lahir. Komponen kepribadian ini merupakan aspek kepribadian yang sepenuhnya sadar dan tergolong perilaku naluriah dan primitive, serta pada kepribadian ini berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta. 
Dalam naskah drama tradisional “Moneng Malem” oleh RD Kedum, terdapat nilai id pada penokohan warga 1 yang dapat di lihat dari kutipan dialog pada naskah drama tersebut, yaitu “Dengo sanak apa yang harus kita lakukan. Semakin hari bumi ini semakain panas. Hutan dan kebun kita kering. Semua tumbuhan sumber makanan kita kering. Sebagian warga kita telah meninggalkan dusun kita.” Pada kutipan dialog tersebut menggambarkan nilai id, yaitu aspek kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia, dalam kutipan tersebut menggambarkan adanya dorongan dalam diri pada tokoh warga 1 yang berusaha untuk memenuhi keinginannya, ia berusaha menyampaikan segala sesuatu yang terjadi pada desanya namun ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu warganya agar tidak kekurangan air. dalam kutipan tersebut menggambarkan id pada tokoh warga 1 yang merasa bahwa ia tidak bisa melakukan apa-apa perihal apa yang akan terjadi pada desanya kelak. Kutipan tersebut dapat meyakinkan kita bahwa id dikatakan sebagai kepribadian dalam bawah sadar manusia.
Selanjutnya, dalam kutipan ini juga terdapat nilai id pada penokohan warga 2 “Beno nian sanak. Tiap aghai kita seperti hidup di dalam kurungan api. Siang malam bumi ini terasa sangat panas. Lama kelamaan kita akan mati kekeringan disini. Apa yang harus kita lakukan?” dimana pada kutipan tersebut menunjukkan nilai id, yaitu adanya dorongan dalam diri untuk memenuhi keinginannya. Pada penokohan warga 2 menggambarkan id yaitu ia berusaha menyampaikan segala sesuatu yang meresahkan hatinya karena desanya sedang mengalami kekurangan air, namun ia belum bisa melakukan apa-apa. Kutipan tersebut dapat meyakinkan kita bahwa id dikatakan sebagai dorongan yang ada dalam diri manusia untuk memenuhi keinginannya.
Dalam kutipan ini juga terdapat nilai id pada penokohan Kedar “Musibah ape Sukat? Musibah karena segale bekas bini wang nak ngah jadikan bini? Inilah penyebab kering dusun kite kak.” Dimana pada kutipan tersebut menggambarkan nilai id yaitu berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis, yang bekerja atas dasar keinginan terhadap kesenangan dan tidak senang. dalam kutipan ini menggambarkan nilai id pada penokohan Kedar. Kedar menganggap bahwa kekeringan didesanya terjadi akibat dari perbuatan Sukat yang suka memperistri semua janda didesanya, padahal itu hanyalah perasaan Kedar saja yang berprasangka buruk terhadap sukat. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Kedar memiliki sifat yang suka berburuk sangka terhadap sesamanya, menggambarkan nilai id yaitu berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis atas dasar keinginan terhadap kesenangan dan tidak senang.
Pada penokohan Kedar terdapat pula nilai id dalam kutipan lain yaitu sebagai berikut “Moneng Malem, kemarau di dusun kita ini, disebabkan karena kelakuan Sukat. nenek moyang kita marah, karena setiap janda di dusun ini dia sunting lalu dijadikannya bini. Lelaki macam apa coba. Bukankah ini kelakuan belis?” pada kutipan ini menggambarkan nilai yaitu aspek kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta. Dalam kutipan ini menggambarkan nilai id pada penokohan Kedar yang memiliki insting bahwa kemarau yang terjadi di dusunnya karena nenek moyang mereka marah atas perbuatan yang dilakukan oleh sukat.
Menurut Sigmund Freud (Ratna, 2012:62) struktur kepribadian pada ego bertugas untuk mengontrol id. Menurut Sigmund Freud (Susanto, 2012:61) kepribadian pada ego merupakan tingkat kesadaran, manusia dalam proses hidup memerlukan kebutuhan untuk mampu membedakan antara yang khayal dengan yang bukan khayal sehingga terbentuklah kepribadian yang selanjutnya, yakni ego. Sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur kepribadian pada ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab dengan bekerja yang berlandaskan pada prinsip realitas melakukan pertimbangan dengan membandingkan anatra manfaat dan kerugian sari suatu tindakan sebelum melakukan suatu tindakan dengan mengikuti impuls, di mana pemuasan keinginan id dicapai melalui usaha dan cara-cara yang realitas dan dapat diterima dengan baik secara sosial untuk berhubungan dengan dunia nyata.
Dalam naskah drama tradisional “Moneng Malem” oleh RD Kedum terdapat nilai ego pada penokohan warga 3 yang dapat di lihat dari kutipan dialog pada naskah drama tersebut, yaitu “Apa mungkin ini karena kesalahan kita, sehingga roh nenek moyang kita marah. Dibuatnya dusun kita seperti dusun mati. Lihatlah, tidak ada lagi pohon yang hijau. Semuanya menguning dan kering.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan warga 3 yang menggambarkan kepribadian pada ego yaitu tingkat kesadaran. Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan warga 3 yang menyadari kesalahan mereka yaitu ia menganggap bahwa kekeringan didesanya terjadi karena kesalahan mereka sendiri sehingga nenek moyang mereka marah dan dibuatnya dusun itu seperti dusun mati.
Dalam kutipan ini juga terdapat nilai ego pada penokohan Kedar “kalau begitu kita temui Moneng Malem. Dia adalah pemimpin kita. Usaha apa yang dilakukan Moneng Malem untuk kita? Dimana tanggungjawabnya sebagai pemimpin.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Kedar yang merupakan aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah, Kedar mengungkapkan bahwa dia akan menemui Moneng Malem yang merupakan pemimpinnya dan meminta pertanggungjawaban Moneng Malem atas musibah yang menimpa dusun mereka. Hal ini dapat dikatakan termasuk ego karena merupakan bentuk aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah, dengan menegaskan bahwa tokoh Kedar akan menemui Moneng Malem.
Dalam kutipan ini terdapat nilai ego pada penokohan Sukat “kurang ajar (mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda) Jaga mulutmu Kedar. Aku bebini karena aku tahu tanggungjawabku sebagai lanang. Bukan kanji cak ngah! Segale betine nak dikucak. Jangankan due, sikok bini pun ngah dak dapat.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Sukat yang merupakan aktivitas prasadar berupa perbuatan jahat. Sukat menyampaikan dengan tegas kepada Kedar bahwa ia menikah lebih dari satu perempuan maka ia akan bertanggungjawab sebagaimana lekaki sejati. Hal ini dapat dikatakan termasuk ego karena termasuk dalam bentuk aktivitas prasadar yang berupa perbuatan jahat, seperti pada kutipan ini Sukat mengeluarkan pisau dan memasang kuda-kuda.
Pada penokohan Sukat terdapat pula nilai ego dalam kutipan lain yaitu sebagai berikut “sini kalu ngah nak mati. Ku lah lame nian muak ngan ngah. Tukang ngacau didusuni. Rasakan ini Hiiiiiiat (penduduk yang sedang berkumpul gelisah. Ketika Sukat hendak menyerang Kedar, tiba-tiba Moneng Malem datang).” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Sukat yang merupakan aktivitas pra sadar berupa perbuatan jahat. Sukat terlihat menantang tokoh Kedar dan bahkan ia berkeinginan untuk membunuh Kedar. Hal ini dikatakan termasuk ego yang merupakan bentuk aktivitas prasadar berupa perbuatan jahat. Pada penokohan Sukat terdapat pula nilai ego dalam kutipan lain yaitu sebagai berikut “Dia sudah kurang ajar Moneng Malem. Ini harga diri.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Sukat yang merupakan aktivitas sadar. Sukat menyadari bahwa Kedar telah melakukan kesalahan dan ia menganggap bahwa Kedar telah mencampakkan dirinya. Hal ini dikatakan termasuk ego yang merupakan bentuk aktivitas sadar.
Menurut Sigmund Freud (Susanto, 2012:61) struktur kepribadian pada super ego merupakan tingkat kesadaran, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai representasi dari berbagai nilai dan hukum-hukum suatu masyarakat dalam individu tersebut berada, Super ego ini memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan dan perbuatan sehingga super ego ini menjadi suatu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri. Menurut Wiyatmi (2011:11) mengatakan bahwa super ego mengontrol perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana yang tidak boleh dilakukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa struktur kepribadian super ego merupakan komponen-komponen yang berfungsi untuk menampung semua standar moral dan cita-cita yang kita peroleh dari orang tua dan masyarakat sekitar , termasuk nilai-nilai tentang apa yang benar dan salah dalam masyarakat. Super ego membuat petunjuk untuk penilaian yang mencakup berbagai peraturan dan standar perilaku yang diharapkan dalam masyarakat.
Dalam naskah drama tradisional “Moneng Malem” oleh RD Kedum terdapat juga  nilai super ego pada penokohan Sukat yang dapat di lihat dari kutipan dialog pada naskah drama tersebut, yaitu “Hei! Jangan mimpi Kedar. Moneng Malem manusia biasa seperti kita. Kekeringan dikampung kita bukan karena Moneng Malem. Tapi ini musibah!” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Sukat yang berupaya melakukan pengendalian diri untuk mengontrol perilaku tokoh Kedar yang tidak boleh dilakukan. Tokoh Sukat menyampaikan pernyataan kepada tokoh Kedar dengan intonasi tinggi bahwa sebaiknya tokoh Kedar jangan bermimpi atau beranggapan lebih terhadap Moneng Malem. Kutipan tersebut dapat dikatakan termasuk Super ego karena tokoh Sukat berusaha untuk mengontrol perilaku tokoh Kedar yang tidak boleh dilakukan.
Selanjutnya, dalam kutipan ini terdapat nilai super ego pada penokohan Moneng Malem yang dapat dilihat dari kutipan dialog sebagai berikut “berhenti!!! Ada apa ini. Mengapa kalian hendak saling bunuh? Apa tidak malu dilihat oleh orang banyak?” dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Moneng Malem yang berupaya melakukan pengendalian diri untuk menjadi penengah dalam pertikaian antara tokoh Sukat dan Kedar yang ingin saling bunuh. Selain itu terdapat pula nilai super ego pada penokohan Moneng Malem tetapi dalam kutipan lain, yaitu sebagai berikut “Tutup mulutmu Kedar! Jangan kau menyebar fitnah murahan itu. Kemarau di dusun kita tidak ada sangkut pautnya dengan Sukat yang beristri lebih dari satu. Tidak ada pula sangkut pautnya dengan sumpah dan kemarahan nenek moyang kita. Dengar kalian semua! Ini musibah! Sekali lagi musibah! Ujian untuk kita.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Moneng Malem yang berupaya melakukan pengendalian diri untuk menjadi penengah atau pengontrol serta memutuskan bahwa kekeringan yang terjadi di dusun mereka bukan karena ulah sukat melainkan kekeringan di dusun tersebut terjadi karena memang musibah. Terdapat lagi nilai super ego pada penokohan Moneng Malem dalam kutipan lain yaitu sebagai berikut “Aku tahu kegelisahan kalian. Untuk itulah aku datang.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Moneng Malem yang berupaya melakukan berbagai perilaku yang diharapakan dalam masyarakat. Moneng malem menyadari tentang kegelisahan warganya sehingga ia berusaha untuk datang ke desanya. Merupakan nilai super ego karena Moneng Malem melakukan perilaku yang diharapkan yaitu ia berusaha datang ke desanya saat mengetahui warganya sedang dalam kegelisahan.
Dalam kutipan ini terdapat nilai super ego pada penokohan Sanui “Belajarlah mendengarkan pendapat orang, sangkut. Siapa tahu kita mendapatkan solusinya.” Pada penokohan Sanui menggambarkan nilai super ego yang berupaya melakukan pengendalian diri dalam perkataan, Sanui berusaha untuk menenangkan tokoh Sangkut agar bisa mendengarkan pendapat orang lain sehingga mendapatkan solusi dalam memecahkan suatu masalah.
Simpulan
Dalam naskah drama tradisional “Moneng Malem” oleh RD Kedum, terdapat nilai Id pada penokohan-penokohan yang dapat di lihat dari kutipan dialog dalam  naskah drama tersebut, dimana dari kutipan-kutipan dialog dalam naskah drama tradisional ini menunjukkan adanya nilai id yang  diturunkan secara genetik dan berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis, ,nilai id ini bekerja atas dasar keinginan terhadap kesenangan dan tidak senang  sehingga id merupakan  aspek kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta.
Selanjutnya, dalam naskah drama tradisional “Moneng Malem” oleh RD Kedum terdapat pula nilai ego pada pada penokohan-penokohan yang dapat dilihat dari kutipan dialog dalam naskah drama tersebut, dimana dari kutipan-kutipan dialog dalam naskah drama tradisional ini menunjukkan adanya nilai ego yakni struktur kepribadian yang bertugas untuk mengontrol id. kepribadian pada ego ini merupakan tingkat kesadaran, manusia dalam proses hidup memerlukan kebutuhan untuk mampu membedakan antara yang khayal dengan yang bukan khayal sehingga terbentuklah kepribadian yang selanjutnya, yakni ego. Sehingga dalam struktur kepribadian ego ini komponen kepribadian bertanggung jawab dengan bekerja berlandaskan pada prinsip realitas melakukan pertimbangan dengan membandingkan antara manfaat dan kerugian sari suatu tindakan sebelum melakukan suatu tindakan dengan mengikuti impuls, di mana pemuasan keinginan id dicapai melalui usaha dan cara-cara yang realitas dan dapat diterima dengan baik secara sosial untuk berhubungan dengan dunia nyata.
Selain itu, dalam naskah drama tradisional “Moneng Malem” oleh RD Kedum ini terdapat pula nilai super ego pada penokohan-penokohan yang dapat dilihat dari kutipan-kutipan dialog dalam naskah drama tersebut, dimana dari kutipan-kutipan dialog dalam naskah drama tradisional ini menunjukkan adanya nilai super ego yakni nilai yang memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan dan perbuatan sehingga super ego ini menjadi suatu landasan seseorang dalam melakukan pengendalian diri serta super ego ini mengontrol perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana yang tidak boleh dilakukan.

Daftar Pustaka
Makinuddin, Tri Hidayanto Sasongko. 2006. Analisis sosial: Bersaski Dalam Advokasi Irigasi. Bandung: Yayasan Akatiga.
Arifin, Juhar. 2007. Cara Cerdas Menilai Kinerja Perusahaan (Aspek Finansial dan Non Finansial). Jakarta: Gramedia.
Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rahmanto, dkk. 2007. Pemandu Di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metode Pembelajaran Drama: Apresiasi, Ekspresi, dan Pengkajian. Yogyakarta: KAPS.

Ahmad, Susanto. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prena Media Group.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.





















LAMPIRAN

Tabel kerja Analisis Nilai Psikologi dalam Naskah Drama Tradisional
 “Moneng Malem” (Mitos dari dusun Terawas Musi Rawas)
Oleh RD Kedum


Tabel 1.1 Analisis nilai Psikologi
No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Id Ego Superego Analisis Ket
1. Moneng Malem






Tabel 1.2 Analisis Nilai Id

No. Judul naskah Kode dan kutipan Analisis Id Ket
1. Moneng malem 001 Warga 1 “Dengo sanak apa yang harus kita lakukan. Semakin hari bumi ini semakin panas. Hutan dan kebun kita kering. Semua tumbuhan sumber makanan kita kering. Sebagian warga kita telah meninggalkan dusun kita.” Pada kutipan dialog tersebut menggambarkan nilai id, yaitu aspek kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia, dalam kutipan tersebut menggambarkan adanya dorongan dalam diri pada tokoh warga 1 yang berusaha untuk memenuhi keinginannya, ia berusaha menyampaikan segala sesuatu yang terjadi pada desanya namun ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu warganya agar tidak kekurangan air. dalam kutipan tersebut menggambarkan id pada tokoh warga 1 yang merasa bahwa ia tidak bisa melakukan apa-apa perihal apa yang akan terjadi pada desanya kelak. Kutipan tersebut dapat meyakinkan kita bahwa id dikatakan sebagai kepribadian dalam bawah sadar manusia.
2. 002 Warga 2 “Beno nian sanak. Tiap aghai kita seperti hidup di dalam kurungan api. Siang malam bumi ini terasa sangat panas. Lama kelamaan kita akan mati kekeringan disini. Apa yang harus kita lakukan?” Pada kutipan dialog  tersebut menunjukkan nilai id, yaitu adanya dorongan dalam diri untuk memenuhi keinginannya. Pada penokohan warga 2 menggambarkan id yaitu ia berusaha menyampaikan segala sesuatu yang meresahkan hatinya karena desanya sedang mengalami kekurangan air, namun ia belum bisa melakukan apa-apa. Kutipan tersebut dapat meyakinkan kita bahwa id dikatakan sebagai dorongan yang ada dalam diri manusia untuk memenuhi keinginannya.
3. 003 Kedar “Musibah ape Sukat? Musibah karena segale bekas bini wang nak ngah jadikan bini? Inilah penyebab kering dusun kite kak.” Dalam kutipan tersebut menggambarkan nilai id yaitu berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis, yang bekerja atas dasar keinginan terhadap kesenangan dan tidak senang. dalam kutipan ini menggambarkan nilai id pada penokohan Kedar. Kedar menganggap bahwa kekeringan didesanya terjadi akibat dari perbuatan Sukat yang suka memperistri semua janda didesanya, padahal itu hanyalah perasaan Kedar saja yang berprasangka buruk terhadap sukat. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Kedar memiliki sifat yang suka berburuk sangka terhadap sesamanya, menggambarkan nilai id yaitu berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat biologis atas dasar keinginan terhadap kesenangan dan tidak senang.
4. 004 Kedar “Moneng Malem, kemarau di dusun kita ini, disebabkan karena kelakuan Sukat. nenek moyang kita marah, karena setiap janda di dusun ini dia sunting lalu dijadikannya bini. Lelaki macam apa coba. Bukankah ini kelakuan belis?” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai yaitu aspek kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta. Dalam kutipan ini menggambarkan nilai id pada penokohan Kedar yang memiliki insting bahwa kemarau yang terjadi di dusunnya karena nenek moyang mereka marah atas perbuatan yang dilakukan oleh sukat.


Tabel 1.3 Analisis Nilai Ego

No. Judul naskah Kode dan kutipan Analisis Ego Ket
1. Moneng Malem 005 Warga 3 “Apa mungkin ini karena kesalahan kita, sehingga roh nenek moyang kita marah. Dibuatnya dusun kita seperti dusun mati. Lihatlah, tidak ada lagi pohon yang hijau. Semuanya menguning dan kering.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan warga 3 yang menggambarkan kepribadian pada ego yaitu tingkat kesadaran. Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan warga 3 yang menyadari kesalahan mereka yaitu ia menganggap bahwa kekeringan didesanya terjadi karena kesalahan mereka sendiri sehingga nenek moyang mereka marah dan dibuatnya dusun itu seperti dusun mati.
2. 006 Kedar “Kalau begitu kita temui Moneng Malem. Dia adalah pemimpin kita. Usaha apa yang dilakukan Moneng Malem untuk kita? Dimana tanggungjawabnya sebagai pemimpin.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Kedar yang merupakan aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah, Kedar mengungkapkan bahwa dia akan menemui Moneng Malem yang merupakan pemimpinnya dan meminta pertanggungjawaban Moneng Malem atas musibah yang menimpa dusun mereka. Hal ini dapat dikatakan termasuk ego karena merupakan bentuk aktivitas prasadar yang bersifat pantang menyerah, dengan menegaskan bahwa tokoh Kedar akan menemui Moneng Malem.
3. 007 Sukat “kurang ajar (mengeluarkan pisau, memasang kuda-kuda) Jaga mulutmu Kedar. Aku bebini karena aku tahu tanggungjawabku sebagai lanang. Bukan kanji cak ngah! Segale betine nak dikucak. Jangankan due, sikok bini pun ngah dak dapat.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Sukat yang merupakan aktivitas prasadar berupa perbuatan jahat. Sukat menyampaikan dengan tegas kepada Kedar bahwa ia menikah lebih dari satu perempuan maka ia akan bertanggungjawab sebagaimana lekaki sejati. Hal ini dapat dikatakan termasuk ego karena termasuk dalam bentuk aktivitas prasadar yang berupa perbuatan jahat, seperti pada kutipan ini Sukat mengeluarkan pisau dan memasang kuda-kuda.











4. 008 Sukat “sini kalu ngah nak mati. Ku lah lame nian muak ngan ngah. Tukang ngacau didusuni. Rasakan ini Hiiiiiiat (penduduk yang sedang berkumpul gelisah. Ketika Sukat hendak menyerang Kedar, tiba-tiba Moneng Malem datang).” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Sukat yang merupakan aktivitas pra sadar berupa perbuatan jahat. Sukat terlihat menantang tokoh Kedar dan bahkan ia berkeinginan untuk membunuh Kedar. Hal ini dikatakan termasuk ego yang merupakan bentuk aktivitas prasadar berupa perbuatan jahat.








5.
009 Sukat “Dia sudah kurang ajar Moneng Malem. Ini harga diri.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai ego pada penokohan Sukat yang merupakan aktivitas sadar. Sukat menyadari bahwa Kedar telah melakukan kesalahan dan ia menganggap bahwa Kedar telah mencampakkan dirinya. Hal ini dikatakan termasuk ego yang merupakan bentuk aktivitas sadar.


Tabel 1.4 Analisis Nilai Super Ego

No. Judul Naskah Kode dan Kutipan Analisis Super Ego Ket
1. Moneng Malem 010 Sukat “Hei! Jangan mimpi Kedar. Moneng Malem manusia biasa seperti kita. Kekeringan dikampung kita bukan karena Moneng Malem. Tapi ini musibah!” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Sukat yang berupaya melakukan pengendalian diri untuk mengontrol perilaku tokoh Kedar yang tidak boleh dilakukan. Tokoh Sukat menyampaikan pernyataan kepada tokoh Kedar dengan intonasi tinggi bahwa sebaiknya tokoh Kedar jangan bermimpi atau beranggapan lebih terhadap Moneng Malem. Kutipan tersebut dapat dikatakan termasuk Super ego karena tokoh Sukat berusaha untuk mengontrol perilaku tokoh Kedar yang tidak boleh dilakukan.
2. 011 Moneng Malem  “Berhenti!!! Ada apa ini. Mengapa kalian hendak saling bunuh? Apa tidak malu dilihat oleh orang banyak?” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Moneng Malem yang berupaya melakukan pengendalian diri untuk menjadi penengah dalam pertikaian antara tokoh Sukat dan Kedar yang ingin saling bunuh.







3. 012 Moneng Malem “Tutup mulutmu Kedar! Jangan kau menyebar fitnah murahan itu. Kemarau di dusun kita tidak ada sangkut pautnya dengan Sukat yang beristri lebih dari satu. Tidak ada pula sangkut pautnya dengan sumpah dan kemarahan nenek moyang kita. Dengar kalian semua! Ini musibah! Sekali lagi musibah! Ujian untuk kita.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Moneng Malem yang berupaya melakukan pengendalian diri untuk menjadi penengah atau pengontrol serta memutuskan bahwa kekeringan yang terjadi di dusun mereka bukan karena ulah sukat melainkan kekeringan di dusun tersebut terjadi karena memang musibah.
4. 013 Moneng Malem “Aku tahu kegelisahan kalian. Untuk itulah aku datang.” Dalam kutipan ini menggambarkan nilai super ego pada penokohan Moneng Malem yang berupaya melakukan berbagai perilaku yang diharapakan dalam masyarakat. Moneng Malem menyadari tentang kegelisahan warganya sehingga ia berusaha untuk datang ke desanya. Merupakan nilai super ego karena Moneng Malem melakukan perilaku yang diharapkan yaitu ia berusaha datang ke desanya saat mengetahui warganya sedang dalam kegelisahan.












5. 014 Sanui “Belajarlah mendengarkan pendapat orang, sangkut. Siapa tahu kita mendapatkan solusinya.” Pada penokohan Sanui menggambarkan nilai super ego yang berupaya melakukan pengendalian diri dalam perkataan, Sanui berusaha untuk menenangkan tokoh Sangkut agar bisa mendengarkan pendapat orang lain sehingga mendapatkan solusi dalam memecahkan suatu masalah.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah ke-pgri-an hubungan pgri secara vertikal dan horizontal

BAB I PENDAHULUAN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas sebagai berikut. 1. Bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal ? 2. Bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal ? 3. Bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat ? 4. Bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal . 2. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat. 4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup makalah ini hanya membahas mengenai kerjasama PGRI secara vertikal, kerjasama PGRI secara horizontal, hubungan PGRI dengan pemerintah pusat serta membahas mengenai hubungan luar negeri dengan EI (Educational International). E. Man

Makalah Perkembangan Peserta Didik Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karir, Kehidupan Berkeleuarga dan Penyesuaian Diri Remaja

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karier,Kehidupan Berkeluarga dan Penyesuaian Diri Remaja”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Kami harap makalah perkembangan perserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan

Makalah Teori Sastra Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi,Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, Jenis-Jenis Puisi”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Diharap makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi” dapa