Langsung ke konten utama

makalah filologi melestarikan khazanah sastra lama


KATA PENGANTAR


        Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah filologi tentang “Melestarikan Khazanah Sastra Lama”. Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
          Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada  kekurangan  baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat diharapkan untuk dapat memperbaiki makalah penulis kedepannya.
Diharap makalah filologi tentang “Melestarikan Khazanah Sastra Lama” dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik untuk menambah pengetahuan maupun sebagai referensi. Demikian makalah ini dibuat, terima kasih.




Lubuklinggau, 13 November 2019









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 3
            A. Latar Belakang........................................................................................................ 3
            B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 4
            C. Tujuan Pembahasan................................................................................................. 4
            D. Manfaat Pembahasan.............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 5
               A. Definisi Karya Sastra Lama..................................................................................... 5
            B. Penerapan Teori Filologi Pada Karya Satra............................................................. 10
            C. Penyebab Karya Sastra Lama Kurang Diminati dan Upaya Melestarikannya........ 11
BAB III PENUTUP................................................................................................................ 14
            A. Kesimpulan.............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 15










BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan karya sastra lama. Karya sastra ini meliputi beragam jenis dan bentuk, baik syair maupun prosa, contohnya hikayat, pantun, dongeng, legenda, dan mitos. Karya-karya itu telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Jika bertolak dari kehidupan sastra lisan, pengalaman kita lebih panjang lagi. Jadi, kita sudah bersastra mulai pada milenium pertama, dan terus berlangsung pada milenium kedua. Dalam sepanjang pengalaman itu kita sudah memiliki hasil sastra yang cukup banyak. Kita memiliki khasanah sastra lama (klasik) yang tersimpan dalam berbagai bahasa daerah di seluruh Indonesia.
Kondisi  masyarakat yang semakin tidak peduli terhadap karya sastra lama ini terutama di kalangan remaja, yang lebih memperiotaskan kesusastraan modern dibandingkan dengan kesusastraan lama. Remaja pada zaman sekarang menjadikan karya sastra lama hanya sebagai simbol belaka dan tidak pernah memaknai keindahan karya sastra lama yang sebenarnya. Padahal kenyataannya,  penguasaan terhadap karya sastra lama memberikan kemudahan tentunya bagi para remaja untuk mengakses berbagai informasi, pengetahuan dan hiburan secara luas baik melalui buku-buku bacaan, media massa, elektronik maupun jaringan informasi di dunia maya ataupun internet. Keindahan akan karya sastra lama  ini dapat dirasakan melalui berbagai karya sastra yang diwariskan. Menyadari fungsi dan arti penting karya sastra lama ini sudah sepatutnya kita mendalaminya khususnya bagi para remaja agar karya sastra lama yang telah diwariskan tidak punah dan tidak luntur  begitu saja.
Perkembangan  kesusastraan lama Indonesia banyak mendapat pengaruh dari luar. Karena pengaruh tersebut, akibatnya para remaja jarang sekali mengaplikasikan karya sastra lama pada kehidupan mereka, dan mereka lebih dominan menggunakan karya sastra modern  dalam keseharian mereka. Selain itu  jika dilihat dari berbagai aspek, maka frekuensi remaja dalam meminati kesusastraan lama sudah semakin minim. Terbukti dengan segala sesuatu yang bersifat kesusastraan lama misalnya buku hikayat ataupun gurindam  telah dimuseumkan atau hampir jarang untuk ditemukan.

B. Rumusan Masalah
1.      Apakah itu karya satra lama?
2.      Bagaimana penerapan teori filologi pada karya sastra lama?
3.      Apa penyebab karya sastra lama kurang diminati dan bagaimana upaya melestarikan khazanah karya sastra lama?

C. Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui definisi karya satra lama.
2.      Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori filologi pada karya sastra lama.
3.      Untuk mengetahui penyebab karya sastra lama kurang diminati dan bagaimana upaya melestarikan khazanah karya sastra lama?

D. Manfaat  Pembahasan
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat menambah wawasan dan dapat lebih memahami mengenai definisi karya satra lama, penerapan teori filologi pada karya sastra lama, penyebab karya sastra lama kurang diminati dan bagaimana upaya melestarikan khazanah karya sastra lama serta dapat menjadi referensi.










BAB II
PEMBAHASAN

A. Karya Sastra Lama
Sastra merupakan bagian dari seni, yaitu unsur integral dari suatu kebudayaan yang usianya semakin menua. Kehadiran sastra hampir bersamaan dengan adanya manusia, hal ini dikarenakan sastra diciptakan dan dinikmati oleh manusia dan telah menjelma menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia. Ditinjau dari sudut penciptaannya, perihal kehidupan masyarakat dalam kurun waktu tertentu (Anton dan Marwati, 2015:1) Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Wellek dan Warrent dalam (Susanto, 2016:1) mengatakan bahwa sastra adalah kegiatan yang kreatif atau sebuah karya seni. Sastra juga dapat didefinisikan sebagai karya yang bersifat imajinatif, fiktif, dan inovatif.
Berdasarkan perkembangannya, sastra terbagi menjadi dua, yaitu sastra modern dan sastra lama. Sastra modern adalah sastra yang berkembang setelah masa sastra lama dimana dalam masa ini, terjadi perubahan media yang digunakan yaitu dari media lisan yang bersifat kuno menjadi penggunaan media tulisan yang lebih modern. Adapun sastra lama atau biasa disebut pula sebagai sastra klasik atau sastra tradisional adalah karya sastra yang tercipta dan berkembang sebelum masuknya unsur-unsur modernisme ke dalam sastra itu. Kesusastraan lama adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Karya sastra lama biasanya bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat istiadat, serta ajaran-ajaran agama.
Ciri-ciri karya sastra lama yaitu terikat oleh kebiasaan dan adat masyarakat,  bersifat istana sentris,  bentuknya baku,  biasanya nama pengarangnya tidak disertakan (anonim). Jenis karya sastra lama terbagi menjadi dua, yaitu puisi lama dan prosa lama.
1. Puisi Lama
Puisi lama merupakan salah satu jenis karya sastra yang telah lama mendapat apresiasi masyarakat. Puisi lama merupakan karya masyarakat zaman dulu yang bermutu tinggi karena keindahan bahasa dan kesederhanaannya. Melalui bahasa yang indah dan ungkapan- ungkapan yang sederhana, masyarakat menuangkan ide, pikiran, perasaan, dan pengalamannya dalam bentuk puisi lama. Menurut Karmuddin (Wua, 2015:3) puisi lama merupakan pencerminan atau pancaran masyarakat lama. Melalui karya sastra inilah masyarakat lama mengungkapkan pengalaman-pengalaman jasmaniah dan rohaniah dalam kaitannya dengan perasaan suka dan duka serta cita-cita dan harapannya tentang kehidupan.P uisi lama ini adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan-aturan itu antara lain jumah kata dalam 1 baris, jumlah baris dalam1 bait, persajakan ( rima), banyak suku kata tiap baris dan irama. Adapun bentuk-bentuk puisi lama, yaitu:
a.    Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmah atau kekuatan gaib. Kekuatan batin mantra berupa permainan bunyi dan biasanya bersuasana mitis dalam hubungan manusia dengan tuhan. 
              Contoh:
Aku tau menjadi ular
Akar beringin nyungsang di bulan
Dipetok oleh malaikat Jibrail
Dilempar ke bumi menjadi ular
Bukan aku menawar kamu
Malaikat Jibrail lah yang menawar-nawar
Masuk tawar keluar tawar
Berkat kata Allah

b.  Bidal
Bidal adalah kalimat singkat yang mengandung pengertian atau membayangkan sindiran atau kiasan.Bidal mempunyai gerak lagu atau irama yang tertentu, walaupun sifatnya tidak begitu kentara.Oleh karena itu, susunan pada bidal tidak dapat diubah. Bidal digunakan untuk menyampaikan sesuatu secara tersamar atau dengan jalan sehalus-halusnya.
  Contoh:
1)  Tua-tua keladi, makin tua makin jadi.
2)  Ada budi ada talas, ada budi ada balas.
3)  Bagai Kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau.


c. Pantun
Joko Santoso (Wua, 2015:4) menyatakan bahwa kata pantun mengandung arti sebagai,seperti, ibarat, umpama atau laksana ). Pantun adalah puisi yang paling populer dalam sastra klasik. Bentuknya terdiri dari empat baris. Kedua baris pertama disebut sampiran dan kedua baris terakhir merupakan isinya. Umumnya, pantun terdiri atas empat larik (empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a. Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
       Contoh:
Nenekku ahli meramu jamu
Dibuatnya ramuan dari resep rahasia
Janganlah kau bosan menuntut ilmu
Agar  hidup tetap berguna sampai tua


d. Karmina
           Karmina diartikan sebagai karya sastra lama yang berupa pantun dua seuntai yang terdiri atas dua baris, di mana baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi. Pola yang digunakan adalah a-a. Jumlah suku kata berjumlah 8-12 suku kata.
Contoh:
1) Kucing garong kucing betina
    Kalau bohong masuk neraka
2) Bulan sabit kuning warnanya
Orang pelit banyak dosanya


e.  Syair
Dalam kamus istilah sastra, syair adalah jenis puisi lama yang tiap baitnya terdiri atas empat larik, yang bersajak sama; isinya dapat merupakan kiasan yang mengandung mitos dan unsur sejarah, atau merupakan ajaran falsafah atau agama. Syair biasanya panjang-panjang, bentuknya sederhana dan biasa berisi cerita angan-angan, sejarah dan petua-petua. Pradopo (Wua, 2015:5) mengemukakan ciri-ciri formal syair adalah satu bait terdiri dari empat baris (larik), pola sajak (rima) akhir syair berupa sajak sama yaitu berpola a-a-a-a, keempat baris syair saling berhubungan membentuk cerita.
Contoh:

Janganlah engkau berbuat maksiat
Janganlah engkau berbuat jahat
Segerala engkau bertaubat
Agar selamat dunia dan akhirat


f. Talibun
Talibun adalah pantun yang lebih panjang. Jumlah barisnya lebih dari empat, namun selalu genap. Talibun mempunyai cirri-ciri hampir sama dengan pantun, yakni tiap-tiap baitnya terdiri dari 6, 8, 10, 12 baris atau lebih, tetapi harus genap jumlahnya. Tiap baris terdiri dari 8 hingga 12 suku kata, tetapi umumnya terdiri dari 10 suku kata. Sajaknya a-b-c, a-b-c atau a-b-c-d, a-b-c-d.
              Contoh:

Berlayar ke pulau antah berantah
Menerjang gulungan ombak
Bersama nahkoda tak kenal kalah
Agar kau tak bersusah payah
Melewati masa depanmu kelak
Tuntutlah ilmu tak kenal lelah
g. Gurindam
Gurindam adalah suatu bentuk dalam kesusateraan lama yang berasal dari kesusateraanTamil, yakni sebuah daerah di India bagian selatan (Karmuddin dalam Wua, 2015:6). Kata gurindam berarti perhiasan atau bunga. Bentuk gurindam memiliki syarat-syarat sebagai berikut tiap bait terdiri dari dua baris, jumlah suku kata biasanya 10 hingga 14 suku kata, sajaknya berumus a-a, biasanya sajak sempurna, tetapi banyak juga gurindam yang bersajak paruh, gurindam terdiri dari dua kalimat tunggal yang membentuk kalimat majemuk. Baris (kalimat) yang pertama merupakan sebab atau alasan dan baris kedua ialah akibat.

         Contoh:
. Cahari olehmu akan sahabat
Yang dapat dijadikan obat


Cahari olehmu akan guru
Yang mampu memberi ilmu


Cahari olehmu akan kawan
Yang berbudi serta berkawan


Cahari olehmu akan abadi
Yang terampil serta berbudi

2. Prosa Lama
Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa daerah Melayu yang mendapat pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang sangat erat dengan sastra Indonesia.  Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan. Disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Dikenal bentuk tulisan setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Melayu mengenal tulisan. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah sastra Indonesia mulai ada.
Adapun bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:
a.    Mite adalah dongeng yang banyak mengandung unsur-unsur ajaib dan ditokohi oleh dewa, roh halus, atau peri. Contoh Nyi Roro Kidul
b.    Legenda adalah dongeng yang dihubungkan dengan terjadinya suatu tempat. Contoh: Sangkuriang, Si Malin Kundang
c.    Fabel adalah dongeng yang pelaku utamanya adalah binatang. Contoh: Kancil
d.   Hikayat adalah suatu bentuk prosa lama yang ceritanya berisi kehidupan raja-raja dan sekitarnya serta kehidupan para dewa. Contoh: Hikayat Hang Tuah.
e.    Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Contoh: Cerita Pak Belalang.
f.     Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam

B. Penerapan Teori Filologi Pada Karya Sastra Lama
Kegiatan filologi di Indonesia dimulai dari pertengahan abad ke-19 oleh sarjana-sarjana Eropa terutama Belanda. Naskah di Indonesia kebanyakan tertulis dalam bahasa dan huruf daerah. Pendekatan terhadap naskah-naskah itu pada mulanya masih intuitif, memakai metode landasan, dengan mengambil satu naskah yang dianggap sebagai dasar terbitan, kemudian bila dipandang perlu barulah diusut menurut intuisi penyunting atau disesuaikan dengan naskah lain. Berikut ini beberapa penerapan metode filologi pada beberapa suntingan naskah yang kemudian menurut urutan tahun penerbitannya.
1. Adat Aceh (Drewes dan Voorhoeve, 1958)
Pada suntingan naskah Adat Aceh digdnakan metode diplomatik. Dibuat faksimile dari naskah dalam India Office Library disertai pengantar dan catatan oleh Drewes dan Voorhoeve mengenai asal naskah, deskripsinya, dan metode reproduksi di samping itu, ukurannya dikecilkan dari dua halaman yang berhadapan pada teks asli direproduksi pada satu halaman. Pada tempat-tempat yang tidak terang karena perbaikan penyalin, kata menjadi tidak terang dalam reproduksi. Dalam hal ini, diberikan transliterasi dengan huruf Latin dalam catatan.

2. Nagarakrtagama the 14th Centuzy (Pigeaud, 1960)
Nagarakrtagama disunting melalui metode diplomatik, disertai transliterasi, catata-catatan mengenai teks dan terjemahan, komentar, dan glosari (daftar kata-kata).




   3. Babad Buleleng (Worsley, 1972)
Edisi Babad Buleleng menggunakan empat buah naskah yang disebut A, B, C, dan D, yang masing-masing naskah dideskripsikan. Edisi ini didasarkan atas foto-foto, dan A dibuat editor pada tahun 1971. Ada beberapa halaman yang fotonya tidak terbaca, dipakai catatan catatan luas yang dibuat editor. Dalam keadaan terpaksa, dirujuk naskah lain. Naskah D adalah naskah yang ditulis dengan huruf Latin. Dalam hal tertentu, naskah itu tetap menyimpang dari bacaan yang terdapat dalam ketiga naskah lainnya. Pemenggalan kata tidak dapat dipercaya, dan fungtuasinya meskipun jelas menunjukka persamaan dengan fungtuasi dalam A, B, dan C, dan tidak disalin secara ajeg. Mengenai ciri-ciri ini, naskah D dipandang sebagai saksi yang tidak dapat dipercaya. Lagi pula naskah D tidak lengkap (Baried, 1985: 77).

4. Arjunawiwaha (Supomo,  1977)
Jumlah naskah Arjunawiwaha lebih dari dua puluh buah, yang berasal dan Jawa, Bali, dan Lombok. Setelah diadakan kolasi, maka dipilih sepuluh buah naskah untuk keperluén aparat kritik guna penyuntingan kriterium untuk seleksi aduan autentisitas naskah, kelengkapan naskah, kondisi ejaan dan bacaan, perwakilan dan dua tradisi naskah, yaitu tradisi Bali dan Jawa. Perbandingan atas dasar kriterium itu menghasilkan sebuah stema (Baried, 1985: 78).

Penelitian mengenai asal usul teks serta sejarah perkembangannya berguna sekali, tetapi belum cukup. Masih perlu diteliti lebih lanjut mengenai struktur versi-versi yang menyimpang serta fungsi cerita-cerita tersebut dalam masyarakat Indonesia masa itu, karena tiap-tiap karya sastra itu dilahirkan untuk memenuhi suatu fungsi. F ungsi itu akan memenuhi strukturnya.  Melalui penelitian sejarah, naskah ditambah dengan aspek-aspek bahannya, dengan harapan dapat diketahui lebih banyak mengenai lingkungan asal-usul naskah-naskah tersebut. Data untuk keperluan ini pertama-tama dikumpulkan dari keterangan eksplisit dalam naskah itu sendiri. Berikutnya, dimulai dengan apa yang dapat berkembang menjadi cabang kodikologi, karena tujuan utama penelitiannya ialah menemukan pendekatan fllologis yang menempatkan bahan naskah pada tempatnya yang lebih tepat daripada dengan metode yang sampai sekarang digunakan. Dalam penelitian sejarah naskah, dilakukan pula penafsiran data paleografi dan analisis ejaan. Data pelengkap diperoleh dari sumber di luar naskah, selama dibenarkan oleh bagian pertama penelitian.





C. Penyebab Karya Sastra Lama Kurang Diminati dan Upaya Melestarikannya

Karya sastra lama pada zaman ini kurang diminati. Adapun faktor penyebab karya sastra tersebut kurang diminati, yaitu:
1.  Faktor Bahasa
Sastra lama, tentu saja sebelum ditransliterasikan, mengandung bahasa daerah atau Melayu yang sulit dipahami. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Yus Rusyana sebagai berikut. Terdapat masalah dalam hal pengenalan dan penghargaan terhadap karya-karya sastra tersebut. Karya-karya itu kurang diapresiasi oleh masyarakat, bahkan oleh masyarakat daerahnya. Karya-karya itu menggunakan bahasa lama, yang berasal dari masa lalu, sehingga menimbulkan kesulitan dalam memahaminya. Lebih-lebih, karena kebanyakan karya itu dalam bahasa daerah masing-masing dan belum banyak yang diterjemahkan dan diperkenalkan dengan bahasa Indonesia, maka orang yang berminat tidak memahami bahasa tersebut, mendapat kesulitan untuk membacanya. Karena itu, walaupun karya tersebut bermutu, tidak menjadi rujukan masyarakat sebagai tolok ukur bagi nilai-nilai yang dijunjung (Rusyana,1999:3)

2. Sulit Ditemukannya Naskah Sastra Lama
Faktor lain yang menghambat pengenalan sastra lama karena naskah sastra lama sulit ditemukan. Naskah itu hanya dimiliki oleh tempat-tempat tertentu, misalnya Museum Naskah Nasional, museum-museum lain yang bersifat pribadi atau museum yang terdapat di luar negeri. Karya yang sudah ditransliterasikan dalam bentuk buku pun terlalu padat tulisan dan tidak menarik. Tentu, kalah saing dengan buku-buku zaman sekarang yang didesain lebih menarik.

3.   Karya Sastra lebih terikat dengan sesuatu yang bersifat keisatanaan, jika dibandingkan dengan karya sastra baru yang lebih dominan mengulas masalah percintaan. Oleh sebab itu, karya sastra baru lebih banyak diminati dbanding karya sastra lama.

Faktor-faktor tersebut membuat karya sastra lama mengalami pergerusan. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk melestarikan khazanah karya sastra lama, yaitu:
1.  Upaya pemberdayaan naskah-naskah lama milik bangsa menjadi bahan bacaan yang mudah dipahami anak-anak perlu dilakukan agar kecintaan anak-anak terhadap karya sastra lama bertambah. Naskah-naskah yang tertumpuk di perpustakaan tanpa tersentuh pembaca, sudah saatnya ditransformasikan menjadi bentuk baru tanpa meninggalkan khasanah nilai-nilai pada bentuk lamanya. Naskah-naskah itu dapat dijadikan sumber inspirasi pengembangan cerita modern.
2.  Upaya untuk mengbah tampilan karya sastra lama menjadi suatu karya yang lebih menarik, misanya membuat kumpulan buku mengenai karya sastra lama seingga lebih banyak untuk diminati.























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
sastra lama atau biasa disebut pula sebagai sastra klasik atau sastra tradisional adalah karya sastra yang tercipta dan berkembang sebelum masuknya unsur-unsur modernisme ke dalam sastra itu. Kesusastraan lama adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Karya sastra lama biasanya bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat istiadat, serta ajaran-ajaran agama.
Ciri-ciri karya sastra lama yaitu terikat oleh kebiasaan dan adat masyarakat,  bersifat istana sentris,  bentuknya baku,  biasanya nama pengarangnya tidak disertakan (anonim). Jenis karya sastra lama terbagi menjadi dua, yaitu puisi lama dan prosa lama
Melalui penelitian sejarah, naskah ditambah dengan aspek-aspek bahannya, dengan harapan dapat diketahui lebih banyak mengenai lingkungan asal-usul naskah-naskah tersebut. Data untuk keperluan ini pertama-tama dikumpulkan dari keterangan eksplisit dalam naskah itu sendiri. Berikutnya, dimulai dengan apa yang dapat berkembang menjadi cabang kodikologi, karena tujuan utama penelitiannya ialah menemukan pendekatan fllologis yang menempatkan bahan naskah pada tempatnya yang lebih tepat daripada dengan metode yang sampai sekarang digunakan. Dalam penelitian sejarah naskah, dilakukan pula penafsiran data paleografi dan analisis ejaan. Data pelengkap diperoleh dari sumber di luar naskah, selama dibenarkan oleh bagian pertama penelitian.
Faktor yang mempengaruhi kurang diminatinya sastra lama yaitu faktor bahasa, sulit ditemukannya naskah sastra lama, karya Sastra lebih terikat dengan sesuatu yang bersifat keisatanaan. Adapun upaya untuk melestarikan khazanah karya sastra lama, yaitu pemberdayaan naskah-naskah lama milik bangsa menjadi bahan bacaan yang mudah dipahami anak-anak perlu dilakukan agar kecintaan anak-anak terhadap karya sastra lama bertambah dan  mengubah tampilan karya sastra lama menjadi suatu karya yang lebih menarik.


DAFTAR PUSTAKA
Wua, Haris. 2015. Bentuk Dan Makna Tuturan Kabhanti Manari Pada Masyarakat Muna. Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296


Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah ke-pgri-an hubungan pgri secara vertikal dan horizontal

BAB I PENDAHULUAN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas sebagai berikut. 1. Bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal ? 2. Bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal ? 3. Bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat ? 4. Bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal . 2. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat. 4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup makalah ini hanya membahas mengenai kerjasama PGRI secara vertikal, kerjasama PGRI secara horizontal, hubungan PGRI dengan pemerintah pusat serta membahas mengenai hubungan luar negeri dengan EI (Educational International). E. Man

Makalah Perkembangan Peserta Didik Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karir, Kehidupan Berkeleuarga dan Penyesuaian Diri Remaja

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karier,Kehidupan Berkeluarga dan Penyesuaian Diri Remaja”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Kami harap makalah perkembangan perserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan

Makalah Teori Sastra Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi,Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, Jenis-Jenis Puisi”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Diharap makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi” dapa