Langsung ke konten utama

MENEROKA DRAMA TRADISIONAL DEPATI LANG RANAU (KERAMAT RANAU) KARYA RD KEDUM BERDASARKAN ASPEK RELIGI Oleh Septa Mila Sari

  MENEROKA DRAMA TRADISIONAL DEPATI LANG RANAU (KERAMAT RANAU)
KARYA RD KEDUM BERDASARKAN ASPEK RELIGI
Oleh

Septa Mila Sari

Menurut Yenni dan Petter Salim (Sihotang, 2015:19), analisis merupakan penjabaran pokok-pokok persoalan atas bagian-bagian, penelahan bagian-bagian tersebut, dan hubungan antar bagian itu guna mendapatkan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan.
Kosasi (Rahman, 2017:34) mengemukakan bahwa drama merupakan bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan penyampaiannya dalam bentuk perilaku dan dialog yang mencerminkan emosi dan konflik. Selain itu, drama dapat pula didefinisi sebagai pertunjukkan yang merupakan gabungan antara seni sastra tulis dengan seni lainnya.
Adapun Fadloli (Ariyanto, 2018:8) berpendapat bahwa religi berasal dari kata relegere  yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat KBBI (Ariyanto, 2018:8)  yang menyatakan bahwa nilai agama ialah kumpulan cara-cara mengabdi pada Tuhan yang tertuang dalam kitab-kitab suci.
Sastra yang merupakan bagian dari seni ialah unsur itegral dari suatu kebudayaan yang usianya semakin menua. Kehadiran sastra hampir bersamaan dengan adanya manusia, hal ini dikarenakan sastra diciptakan dan dinikmati oleh manusia dan telah menjelma menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia. Ditinjau dari sudut penciptaannya perihal kehidupan masyarakat dalam kurun waktu tertentu (Anton dan Marwati, 2015:1).

Karya sastra dalam bentuk apapun, seringkali memuat amanat yang berupa nilai moral maupun nilai religi. Meneroka religius berkaitan dengan adanya pembelajaran yang dapat diambil hikmahnya. Jadi, religiusitas merupakan pengkritikan sebuah karya sastra dari unsur religinya. Mangunwijaya dalam Setyaningsih (2016:15) mengemukakan bahwa kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam kesatuan, namun sebenarnya keduanya menunjuk pada makna yang berbeda.

Menurut Drajat (Ariyanto, 2018:8) agama lebih menunjuk pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Religiuitas, di pihak lain, melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman hati manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi. Adapun aspek religi pada dasarnya membahas mengenai tiga masalah pokok, yaitu akhlak, syariah, dan akidah.

Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa, yang berarti perangai, tabiat, adat, atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Akhlak sering pula disebut dengan moral, didefinisikan sebagai ajaran baik atau buruk suatu perbuatan.  Akhlak berfungsi sebagai standar penilaian yang menunjuk perbuatan yang telah menjelma mnejadi kebiasaan manusia yang berupa perkataan dan kelakuan serta sebagai acuan dalam menentukan baik atau buruk yang berlaku secara menyeluruh.
Adapun hal-hal yang termasuk dalam akhlak yaitu akhlak kepada Allah (beribadah kepada Allah, berdoa pada Allah, berzikir, tawakal/berserah diri pada Allah atas segala sesuatu yang terjadi). Selanjutnya yaitu akhlak kepada orang tua. Akhlak ini merupakan akhlak yang paling mulia, sebab pada hakikatnya hanya pada ayah dan ibu yang paling berjasa dalam kehidupan anak-anak. Oleh karena itu, akhlak ini dapat dilakukan dengan cara berbakti, mengabdi, dan menghormati kedua orang tua. Kemudian ada akhlak kepada keluarga, akhlak ini berbentuk kasih sayang terhadap keluarga yang dapat dilihat dari bagaimana perlakuan dan komunikasi yang terjadi pada keluarga. Keempat, yaitu akhlak dalam menerima ketentuan Allah. Akhlak ini merupakan salah satu perilaku terpuji karena segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang akan terjadi merupakan ketentuan Allah Swt. Akhlak yang terakhir, yaitu perasaan malu (Al-Haya). Rasa malu terhadap Allah akan menjadi dasar timbulnya rasa malu terhadap orang lain dan diri sendiri. Rasa malu ini akan mencambuk seseorang untuk berusaha terus memperbaiki diri.
Pada naskah drama “Depati Lang Ranau” karya RD Kedum, terdapat unsur akhlak. Unsur tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan dialog pada naskah drama tersebut dan penjelasannya, berikut ini:
Bering Kecik
“Apa maksudmu, Beras Patti? Istri Depati? Siapa yang akan menjadi Depati. Dirimu? Ah! Jangan bermimpi Beras Patti. Kau hendak menyingkirkan kakakku Lang Ranau rupanya. Jahat sekali engkau!”

Pada kutipan  ini terdapat unsur akhlak, dimana manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki perangai/tabiat, entah itu perangai buruk atau perangai baik. Adapun unsur akhlak dalam kutipan  ini ialah unsur akhlak kepada keluarga, dimana unsur ini mencerminkan adanya rasa iri dan dengki  (tabiat buruk) seorang tokoh bernama Beras Patti yang sebenarnya merupakan suami dari Bering Kecik. Tabiat buruk Beras Patti ini digambarkan secara jelas oleh Bering Kecik dimana Beras Patti menanyakan perihal kelemahan Lang Ranau dan berencana hendak menyingkirkan Lang Ranau yang merupakan kakak iparnya sendiri agar ia dapat menjadi Depati.
Beras Patti
“(Tertawa) Kau baru tahu kalau aku jahat? Nah, dengar! (mencengkram dagu Bering Kecik). Jika kau tidak mau menyampaikan kelemahan Dati Ranau, aku akan bunuh seluruh keluarganya.  Termasuk juga dirimu. Akan kubunuh kau pelan-pelan. Akan kupasung kau sampai mati. Pikirkan itu. Atau aku akan bunuh kau sekarang”.

Kutipan ini mengandung unsur akhlak kepada keluarga. Kutipan ini juga memperkuat penjelasan pada kutipan sebelumnya, dimana akhlak yang dimaksud ialah akhlak yang buruk. Kutipan ini berisi tentang Beras Patti yang mengancam hendak membunuh Lang Ranau dan keluarganya, termasuk Bering Kecik apabila ia enggan mengemukakan kelemahan Lang Ranau. Kutipan ini menggambarkan bahwa manusia terkadang bertingkah di luar logika, dapat mengorbankan apapun termasuk keluarga atau orang-orang terdekatnya hanya untuk memuaskan nafsunya akan kehidupan yang mewah dan didapatkan secara instan.


Bering Kecik
 “Lang Ranau….Lang Ranau…ampunkan aku Lang Ranau. (histeris). Akulah yang memberitahu kelemahanmu pada Beras Pati, Lang Ranau.Aku salah..ampunkan aku.”

Pada kutipan ini merupakan cerminan unsur akhlak kepada keluarga. Dimana kutipan ini menggambarkan bahwa sangat jarang manusia yang dapat dipercaya, termasuk orang-orang terdekat. Kutipan ini menggambarkan tabiat buruk yang dimiliki oleh Bering Kecik yang membocorkan kelemahan Lang Ranau kepada suaminya, meskipun ia tahu bahwa tujuan suaminya adalah menyingkirkan kakak kandungnya sendiri, ia masih melakukan hal itu. Melalui kutipan ini pula dapat diketahui bahwa sikap, pola pikir serta sifat seseorang dapat berubah-ubah tergantung bagaimana situasi dan kondisi yang menerpanya. Situasi yang sulit dapat memicu seseorang berlaku kurang baik, begitupun sebaliknya.






Lang Ranau
 “Adikku, kau tidak salah. Jaga dirimu baik-baik, dik. Suamimu sangat jahat  (terkulai dan mati)”

Pada kutipan  ini juga terkandung unsur akhlak, dimana unsur akhlak yang dimaksudkan di sini  ialah tawakal. Tawakal merupakan perangai/tabiat yang baik. Perangai ini dimiliki oleh tokoh Lang Ranau yang merupakan tokoh yang hendak dibunuh oleh Beras Patti. Kutipan ini menggambarkan bahwa ternyata manusia mampu memiliki kesabaran, kepasrahan dan keikhlasan, sekalipun ia telah dilukai atau dikhianati namun ia tidak lekas marah atau menyalahkan adiknya. Melalui  kutipan ini pula, dapat diketahui bahwa tidak setiap manusia memiliki tabiat yang buruk, ada pula manusia yang memiliki tabiat baik layaknya Lang Ranau yang tidak menyalahkan adiknya meski adiknya berbuat salah dan mengkhianatinya.

Selanjutnya ialah syariah. Hawi (Ariyanto, 2018:10) menyatakan bahwa syariah merupakan inti pokok islam. Ibadah ialah tertib yang mengatur perihal hubungan manusia dengan Tuhan. Adapun ruang lingkup syariah mencakup peraturan-peraturan yang berupa ibadah, muamalah, munakahat, dan siyasah. Hawi (Ariyanto, 2018:10) mengemukakan bahwa ibadah dalam arti luas mencakup semua kebaikan dan perasaan takut kepada Allah dalam bentuk mencari keridhaan, kesediaan untuk memahami aturan-Nya, menjauhi larangan-Nya serta sabar. Sedangkan muamalah ialah aturan agama yang menyatukan hubungan manusia dengan suaminya,  baik yang seagama atau tidak. Adapun munakahat yaiu peraturan yang mengatur hubungan seseorang deangan orang lain dalam hubungan berkeluarga (pengaturan nafkah, perkawinan, atau perceraian). Terakhir, yaitu siyasah. Siyasah yaitu peraturan yang mengangkut tentang masalah-masalah kemasyarakatan (persudaraan, musyawarah, toleransi).
Pada naskah drama “Depati Lang Ranau” karya RD Kedum, terdapat unsur syariah. Unsur tersebut dapat dilihat dari kutipan dialog pada naskah drama tersebut dan penjelasannya, berikut ini:

Bering Kecik
“Jangan mati Lang Ranau…jangan mati!! (histeris. Lalu berdiri menantang Beras Patti). Dengar belis. Aku tidak sudi menjadi istrimu. Kau jahat! Kau tega membunuh kakak kandungku. Kau manusia biadab! (mengambil tombak lalu bunuh diri. Melihat kejadian itu, penduduk sangat marah.  Mereka mengejar Beras Patti.”


Pada kutipan ini terkandung unsur syariah, yaitu unsur ibadah. Unsur ibadah ini menitikberatkan pada menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Unsur ini menjelaskan pula bahwa manusia ialah makhluk yang menghambakan dirinya pada Tuhan dengan mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kutipan ini menggambarkan sebuah tokoh bernama Bering Kecik yang ibadahnya tidak kokoh. Tokoh ini melakukan bunuh diri ketika suaminya berhasil membunuh kakaknya. Sementara bunuh diri itu sendiri merupakan salah satu hal yang dilarang oleh Tuhan. Secara tidaklangsung, dalam kutipan ini digambarkan bahwa manusia terkadang tidak mampu menahan atau mengontrol dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan. Hal ini disebabkan kondisi dan situasi di sekitarnya.

Terakhir, yaitu akidah. Akidah merupakan dasar pandangan yang bersifat teoritis dan  mengandung makna konsekuensi yang mendalam. Dirjen Depag RI (2010:89) menyebukan pendapat Dirjen Depag RI (2010:89) mendefinisikan aqidah sebagai pelajaran penting yaitu tentang apa yang mesti dipercaya, diyakini dan diimami oleh setiap orang berpenduduk di sini. Adapun ruang lingkup aqidah adalah ketauhidan, kepercayaan terhadap adanya alam ghaib, dan iman terhadap takdir. Tauhid merupakan keimanan atau kepercayaan terhadap Tuhan. Adapun untuk kepercayaan terhadap adanya alam ghaib mengajarkan bahwa setiap manusia yang beriman, harus percaya pada adanya alam di balik alam semesta ini, yakni alam ghaib. Sedangkan iman terhadap takdir merupakan kepercayaan yang benar terhadap takdir Tuhan ini akan memberikan sublime bagi seseorang yang memercayai takdir Tuhan dengan sungguh-sungguh, akan menerima keadaan dengan wajar.
Pada naskah drama “Depati Lang Ranau” karya RD Kedum, terdapat unsur akidah. Unsur tersebut dapat dilihat dari kutipan dialog pada naskah drama tersebut dan penjelasannya, berikut ini:
Bering Kecik
“Jangan Beras Patti! (cemas) Baiklah Beras Patti, aku akan ceritakan kelemahan kakakku. Jika bertarung dengannya lalu ia menghilang, maka jika kau mendengar suaranya di hulu, maka dia ada di hilir. Jika kau mendengar suaranya di hilir maka ia ada di hulu.”

Bering Kecik
“Jika dengan cara itu Lang Ranau belum bisa ditaklukkan, maka arahkanlah tombak pusakamu ke rumpun ilalang yang berdaun merah. Di rumpun ilallang itulan Lang Ranau bersembunyi”



Bering Kecik
“Jika dengan cara itu belum juga bisa membuat Lang Ranau mati, maka lilitlah ia dengan beban burung yang telah direndam di air pelimbahan.”


Ketiga kutipan di atas, merupakan kutipan yang mengandung unsur aqidah yang berupa kepercayaan terhadap adanya alam ghaib. Adapun pada kutipan ini digambarkan bahwa tokoh dalam drama masih yakin akan kekuatan atau kesaktian yang berhubungan dengan perkara-perkara yang ghaib. Hal-hal ghaib ini kebanyakan melekat begitu erat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tempo dulu. Kekuatan ghaib itu diyakini dapat menjadi penyelamat, tabir pelindung ataupun kekuatan yang dapat diandalkan ketika menghadapi musuh. Kepercayaan kepada hal-hal ghaib ini merupakan kajian religi pada bagian aqidah/keyakinan.



















DAFTAR PUSTAKA

Anton dan Marwati. 2015. Ungkapan Tradisional Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Bajo Di Pulau Balu Kabupaten Muna Barat. Jurnal Humanika, No. 15 Vol. 3:1-12. Dalam https://ojs.uho.ac.id (diakses pada tanggal 03 Oktober 2019, pukul 15:55 WIB)

Ariyanto, Bustomi. 2018. Analisis Nilai Religius Kumpulan Lagu The Best Of Sulis Karya Haddad Alwi [skripsi]. Lubuklinggau: STKIP-PGRI Lubuklinggau.

Dirjen Depag RI. 2010. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi. Jakarta: Departemen Agama RI.

Rahman, Achmad Syaeful. 2017. Peningkatan Kemampuan Menulis Naskah Drama Dengan Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL). Jurnal penelitian Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. Vol.7 No.1. (diakses pada tanggal 30 November 2019, pukul 22.15 WIB)

Setyaningsih, Isya. 2016. Analisis Unsur Religius Pada Novel Titian Nabi Karya Muhammad Masykur A.R. Said [skripsi]. Purwokerto: IAIN Purwokerto.

Sihotang, Rika Marsita Doran. 2015. Analisis Nilai Sosial Kumpulan Puisi Membaca Diri Karya Gol  A Gong. Lubuklinggau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perkembangan Peserta Didik Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karir, Kehidupan Berkeleuarga dan Penyesuaian Diri Remaja

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karier,Kehidupan Berkeluarga dan Penyesuaian Diri Remaja”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Kami harap makalah perkembangan perserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan

makalah ke-pgri-an hubungan pgri secara vertikal dan horizontal

BAB I PENDAHULUAN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas sebagai berikut. 1. Bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal ? 2. Bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal ? 3. Bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat ? 4. Bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal . 2. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat. 4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup makalah ini hanya membahas mengenai kerjasama PGRI secara vertikal, kerjasama PGRI secara horizontal, hubungan PGRI dengan pemerintah pusat serta membahas mengenai hubungan luar negeri dengan EI (Educational International). E. Man

Makalah Teori Sastra Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi,Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, Jenis-Jenis Puisi”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Diharap makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi” dapa