Langsung ke konten utama

Hakikat dan Batasan Wacana

HAKIKAT DAN BATASAN WACANA



DISUSUN OLEH:
   1. SRI WIDIAWATI  NINGSIH (2017013)
   2. SEPTA MILA SARI (2017017)

     DOSEN PENGAMPU : DR. M. SYAHRUN EFFENDI, M.PD.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
2020
HAKIKAT DAN BATASAN WACANA
A. Deskripsi Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini, kecanggihan teknologi mengakibatkan  dapat berkomunikasi dengan cepat. Dalam berkomunikasi tentunya dibutuhkan banyak aspek untuk bisa menciptakan suatu komunikasi yang baik agar pesan yang akan disampaikan bisa diterima dengan jelas oleh lawan bicara. Hal tersebut diantaranya adalah  bahasa. Di dalam bahasa terdapat berbagai aspek yang perlu dipahami agar komunikasi  bisa tersampaikan sesuai dengan yang diharapkan. Dan media untuk menyampaikan  pesan dalam berbahasa pun itu beragam jenisnya, seperti puisi, novel, lagu, dan wacana.
Penyampaian pesan, nasehat, ataupun argumen dalam bentuk puisi, novel, dan lagu merupakan cara penyampaian pesan yang dapat dilakukan tanpa menggunakan tata bahasa yang baku, karena semua itu merupakan karya sastra. Namun,  hal ini berbeda dengan puisi, novel, dan lagu, wacana merupakan media penyampaian pesan atau informasi yang memiliki aturannya tersendiri.
Oleh karena itu, pada makalah ini,  akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan wacana supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami wacana dan  untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam makalah ini, maka kami membatasi masalah-masalah yang akan dibahas yaitu hakikat wacana yang terdiri dari pengertian dan jenis-jenis wacana serta batasan wacana yang meliputi syarat-syarat terbentuknya wacana.
B. Hakikat Wacana
    1. Pengertian Wacana
Para ahli bahasa umumnya berpendapat sama tentang wacana dalam hal suatu bahasa yang terlengkap (utuh), tetapi dalam hal lain ada perbedaanya. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Wacana adalah kata yang sering dipakai masyarakat dewasa ini.  Kata wacana berpadanan dengan kata discourse dalam bahasa Inggris. Wacana menurut Hayon (2007:40) mengatakan bahwa wacana adalah suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat atau suatu rangkaian, yang bersinambung dari bahasa, yang lebih besar daripada kalimat.
Wacana menurut Djajasudarma (2012:4) adalah suatu bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau kalusa dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulis wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah suatu suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat atau suatu rangkaian, yang bersinambung dari bahasa, yang lebih besar daripada kalimat dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata secara lisan atau tulis wacana yang kohesif dan koheren.
     2. Jenis-jenis Wacana
Sumarlan dalam Arifin (2012:21) mengatakan wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Dipihak lain dikatakan bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula menggunakan bahasa tulisan (Samsuri, 1987/1988:1). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pembaca. Apapun bentuknya, wacana mengasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee).
Pengklasifikasian jenis wacana bergantung pada sudut pandang/paradigma yang digunakan. Jenis adalah ciri yang khusus. Jenis wacana mempunyai arti bahwa wacana itu memiliki ciri-ciri khas yang dapat dibedakan dari bentuk bahasa lain. Menurut Arifin (2012:22) berdasarkan pengklasifikasiannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu:
    a. Jenis Wacana Berdasarkan Acuannya
Semua wacana pada dasarnya memberikan informasi, informasi itu dapat benar, dapat pula tidak benar, dapat berupa fakta, dapat pula berupa imajinasi. Klasifikasi ini berdasarkan acuannya sehingga terbagi menjadi dua, yaitu wacana fiksi dan wacana nonfiksi.

1) Wacana Nonfiksi
Wacana nonfiksi mempunyai acuan dalam dunia nyata. Jadi acuannya tidak terbatas pada unsur kebahasaan. Misalnya, berita pada surat kabar atau majalah, laporan rapat, rapor (buku nilai) anak sekolah, resep masakan, aturan pakai suatu barang atau obat, artikel tentang olahraga, seni atau keistimewaan suatu daerah, buku atau makalah ilmiah, dan masih banyak lagi. Semua wacana tersebut mempunyai acuan yang nyata. Bila kita membaca sebuah laporan rapat, maka yang dikemukakan adalah laporan tentang suatu rapat yang telah benar-benar berlangsung. Perlu juga diingat bahwa wacana yang tampak seperti wacana nonfiksi (misalnya berita surat kabar yang berada dalam novel) bukanlah wacana nonfiksi, karena semua yang berada di dalamnya adalah hasil imajinasi. Berikut adalah contoh wacana nonfiksi.





Wacana di atas merupakan iklan yang menjual lipstick. Iklan ini dimuat di majalah wanita, agar banyak wanita yang tertarik untuk membelinya. Jadi lipstick itu benar-benar ada dan dapat dibeli.

2) Wacana Fiksi
Acuan pada wacana fiksi tidak ada dalam dunia nyata. Acuannya hanya wacana tekstual, yaitu unsur bahasa yang ada pada wacana itu sendiri. Wacana fiksi biasanya mengandung cerita. Demikianlah, dikatakan bahwa acuan karya fiksi, hanya ada di dunia fiksi. Jadi, jika karya fiksi itu berupa novel (hasil cetakan), maka acuannya berada di atas kertas cetaknya; sedangkan bila karya fiksi itu berupa film, maka acuannya juga hanya ada di dalam film itu sendiri.




    b. Jenis Wacana Berdasarkan Bentuk Penyajiannya
1) Wacana Deskriptif
Wacana deskriptif merupakan hasil pengamatan serta kesan-kesan penulis tentang objek pengamatan tersebut. Apabila deskripsi itu hidup, pembaca dapat membayangkan sesuatu yang digambarkan itu. Tentu saja yang digambarkan itu dapat berupa sesuatu yang nyata (riil), dapat juga merupakan fiksi. Dalam jenis wacana ini, susunan sekuen bersifat fakultatif, artinya sampai batas-batas tertentu, susunan dapat dipertukarkan, karena gambaran bersifat permanen dan simultan. Berikut contoh wacana deskriptif:
“Hari telah rembang petang, sebentar lagi akan gelap. Di kejauhan masih tampak semburat warna merah yang menunjukkan bahwa sang surya menjelang turun ke peraduannya. Anak-anak gembala pulang sambil duduk di punggung kerbau yang baru dimandikan. Para petani pulang dari sawah sambil berjalan beriringan. Makin lama, sinar lembayung makin menghilang di balik horizon. Suasana hening di desa, burung pun telah kembali ke sarangnya. Bulir-bulir padi yang tadi siang kuning keemasan, kini menjadi bayangan hitam, demikian juga gerumbul pohon-pohonan di kejauhan tampak berwarna kegelapan. Di jalan, masih ada satu dua orang yang lewat tergesa-gesa seakan takut kehilangan rumahnya.”

Contoh di atas merupakan wacana deskriptif yang menggambarkan pemandangan di desa di senja hari. Gambaran tersebut statis. Ada gerakan petani berjalan beriring, gembala yang duduk di punggung kerbau, dan orang yang tergesa pulang, tetapi semua gerakan itu termasuk dalam rangkaian pemandangan. Seperti dalam gambar atau foto, juga dapat dilihat gerakan orang yang berlari atau mobil yang bergerak.

2) Wacana Naratif
Wacana ini biasa disebut cerita, dan merupakan serangkaian peristiwa yang terjadi pada seorang tokoh (tokoh ini bisa manusia, binatang, tanaman atau benda). Peristiwa-peristiwa itu bisa merupakan peristiwa nyata, meskipun tetap fiktif. Wacana naratif ditandai oleh adanya hubungan waktu. Peristiwa-peristiwaitu dapat disusun secara kronologis, bisa juga tidak, yang penting ada hubungan waktu di antara peristiwa-peristiwa tersebut dan semua mempunyai kesatuan tindakan.

     3) Wacana Eksplikatif
Wacana eksplikatif mengandung suatu penjelasan dan bertujuan agar para pembaca memahami sesuatu (suatu fenomena). Dengan demikian, wacana ini tidak digunakan untuk mengubah pendapat orang, melainkan untuk memberikan suatu pengetahuan, memperluas pandangan, atau menerangkan suatu pokok permasalahan. Itulah sebabnya jenis wacana ini sering digunakan untuk menampilkan uraian ilmiah (misalnya makalah) dan bahasa yang digunakannya adalah bahasa objektif, bukan bahasa subjektif. Ciri wacana ini adalah adanya suatu pertanyaan sebagai titik awal (pembuka) wacana. Pertanyaan itu tidak selalu bersifat eksplisit, melainkan dapat juga bersifat implisit. Jawaban atas pertanyaan itu terdapat dalam keseluruhan penjelasan yang dikemukakan dalam wacana. Di dalam buku ini, wacana eksposisi tidak merupakan suatu jenis wacana tersendiri karena menurut pandangan kami eksposisi dapat dimasukkan ke dalam wacana deskriptif atau wacana eksplikatif. Penjelasan guru, makalah hasil penelitian dan skripsi adalah beberapa contoh jenis wacana ini. Berikut adalah contoh wacana eksplikatif:
Abreviasi (abbreviation) : proses morfologis berupa pemenggalan satu atau beberapa bagian dari kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi ini menyangkut penyingkatan, pemenggalan, akronimi, kontaksi, lambing huruf.
(Dicuplik dari Harimurti Kridalaksana: Kamus Linguistik)

      4) Wacana Instruktif
Wacana ini menampilkan petunjuk (misalnya aturan pakai), aturan (misalnya aturan main), peraturan (misalnya peraturan pada suatu perguruan) dan pedoman (misalnya pedoman dalam suatu organisasi). Dalam wacana ini sering digunakan imperatif, tetapi dapat juga instruksi itu dikemukakan secara implisit. Wacana ini dibuat agar si pembaca melakukan suatu tindakan atau sebaliknya, tidak melakukan suatu tindakan tertentu.  Contoh:



Efek Penuaan Dapat Dihambat

Kulit – ketahuilah bahwa 95% penuaan kulit disebabkan oleh matahari. Jadi, lindungilah kulit memakai krim tabir surya dengan daya lindung yang memadai setiap kali berada di udara terbuka.
Tulang dan Tubuh – usahakanlah mengkonsumsi makanan bergizi seimbang setiap hari. Jangan lupa memasukkan kalsium untuk menjaga tulang (sumber kalsium susu dan produk susu, ikan, kacang-kacangan, bayam, brokoli, buah-buahan.

5) Wacana Argumentatif
Wacana ini bertujuan mempengaruhi, mengubah pendapat, sikap atau tingkah laku bahkan menggoyahkan keyakinan pembaca atau keseluruhan pendengarnya. Mengubah pendapat itu dilakukan dengan memberikan argumen-argumen yang logis sehingga bisa dipercaya kebenarannya. Karena itu, penanda utama dari wacana argumentatif adalah hubungan logis antargagasan. Fungsi argumentatif tidak selalu dikemukakan dengan satu cara. Untuk mempengaruhi pembacanya bisa saja suatu argumen dikemukakan dengan berbagai strategi persuasif. Kadang-kadang, argumen dapat ditampilkan dengan bantuan wacana lain, misalnya wacana deskriptif dapat dibuat sebagai argumen terhadap pemecahan suatu masalah, bahkan juga dalam bentuk naratif (misalnya suatu fabel atau dongeng sebagai argumen moral). efektivitas suatu argumen terletak pada koherensi dan kohesi wacana, penalarannya (induktif/deduktif) dan cara penyusunannya (dalam bentuk kausal/sebab akibat, bentuk konsekutif (urutan). Contoh wacana argumentatif:

HAMIL BOLEH HAJI

Wanita hamil boleh naik haji. Aturan ini diperuntukkan bagi wanita dengan usia kandungan 26 pekan atau enam bulan. Ketentuan baru itu diberlakukan pada musim haji tahun depan. Sebelumnya, wanita hamil di atas tujuh pecan tak diperkenankan pergi haji. Calon jamaah harus mempersiapkan kehamilannya sebelum disuntik vaksin meningitis (radang otak) kata H.Tulus, Direktur Penyelenggara Haji Departemen Agama, kepada wartawan GATRA Asrori S. Karni. Vaksin meningitis diberikan untuk mencegah penyakit radang selaput otak yang berjangkit di Arab Saudi.
Tapi keputusan itu tak otomatis melegakan semua orang. Nugroho Kampono, Kepala Bagian Kebidanan dan Kandungan rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, misalnya, tetap keberatan aturan itu diterapkan. Risiko yang ditanggung wanita hamil terlalu besar,‖ katanya kepada Taurusita Nugrani dari GATRA.
Ibu hamil sangat sensitive terhadap virus, yang bisa mempengaruhi kesehatan janin, secara alami, wanita hamil deprogram untuk rileks kata Nugroho. Contohnya, otot rahim dan pembuluh darah melemah. Maka, banyak wanita hamil yang mengalami varises (pembesaran pembuluh darah). Mereka mudah lelah dan mengantuk. Selain itu, Nugroho juga mengingatkan bahwa suntikan meningitis tak baik buat wanita hamil.

  Dalam wacana di atas, tampak ada dua gagasan yang bertolak belakang. Pada paragraf pertama dikemukakan bahwa sekarang wanita dengan usia kandungan 26 pekan boleh naik haji. Sebagaimana pemberian izin lainnya, berita ini diharapkan disambut dengan gembira. Namun paragraf berikutnya (kedua) menunjukkan kekhawatiran seorang dokter kandungan melihat keputusan tersebut. Dan paragraf ketiga menunjukkan alasan-alasan kekhawatiran tersebut. Memang di sini tak banyak kata-kata yang mengemukakan hubungan sebab-akibat. Satu-satunya kata yang menunjukkan hal itu adalah kesimpulannya, yaitu kata maka, banyak wanita hamil yang...‖ Meskipun demikian, dari segi isi dan dari kesimpulannya, tampak bahwa wacana ini merupakan wacana argumentatif.

       c. Jenis Wacana Berdasarkan Saluran Komunikasi
Abdul Rani, dkk. dalam Arifin (2012: 35-36), mengemukakan jenis wacana berdasarkan saluran yang digunakan dalam komunikasi dapat digolongkan menjadi wacana lisan dan wacana tertulis. Sebagai satuan bahasa, wacana tulis (written discourse) mempunyai persyaratan gramatikal. Persyaratan gramatikal wacana tulis pada hakikatnya adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, yang membentuk satu kesatuan, sehingga menimbulkan makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Lebih lanjut dinyatakan bahwa wacana tulis merupakan kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa, mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara tertulis. Wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan, dan penerapan sistem ejaan.
Adapun wacana lisan adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau lewat media lisan. Untuk dapat memahami wacana lisan, sang penerima atau pesapa harus menyimak atau mendengarkannya. Wacana lisan biasanya merujuk pada komunikasi lisan antara dua pihak yang biasanya melibatkan dua orang atau lebih pembicara, yang disebut dialog atau percakapan. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance) Yuwono (2005), menegaskan bahwa wacana lisan memiliki ciri: adanya penutur dan mitra tutur, bahasa yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai pergantian giliran bicara. Suatu kenyataan yang harus mendapatkan perhatian dalam kajian wacana lisan adalah wacana harus dipahami dengan serta merta. Ini berarti wacana lisan menghindarkan terjadinya pengulangan informasi. Seorang mitra tutur tidak dapat bertanya terus menerus menanyakan apa yang baru saja dikatakan penutur.
Wacana lisan merupakan satuan bahasa tertinggi yang mengandung pokok pikiran atau gagasan yang harus dipahami (didengarkan). Gagasan pokok yang disampaikan secara lisan itu melekat dalam setiap wacana yang disajikan. Dalam Abdul Chaer (2007), sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pendengar. Ditambahkan pula bahwa sebagai satuan gramatikal yang tertinggi wacana lisan dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan tertentu. Dalam hal ini pendengar dituntut memahami konsep dan ide-ide yang disampaikan oleh pembicara. Di samping itu pula pendengar harus mampu memahami isinya secara mendalam. Pemahaman secara mendalam terhadap sebuah wacana yang didengar merupakan indikator keberhasilan yang dicapai pendengar.



C. Batasan Wacana
     1. Syarat-syarat Wacana
Tarigan (2009:19) mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis. Tarigan menyebutkan “dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir” berarti dalam wacana haruslah ada koherensi dan kohesi dari awal sampai akhir. Namun terbentuknya wacana tidak cukup hanya dengan hoherensi dan kohesi. Dari pernyataan Tarigan ini diketahui bahwa terdapat syarat-syarat wacana yang lain. Adapun syarat-syarat wacana, meliputi:
      a. Topik
      Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan tersebut akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada satu topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu tujuan. Tujuan-tujuan yang teradapat dalam wacana, dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis wacana. Seperti wacana persuasif, tujuannya untuk mempengaruhi pembaca. Atau bisa berupa simbol huruf P pada rambu-rambu lalu lintas, memberikan tujuan menginformasikan pengguna jalan, bahwa tempat bersimbol P, adalah tempat parkir.
b. Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
         1) Kohesi Gramatikal, meliputi:
         a)  Referensi (pengacuan), merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi atas :
   (1) Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
   (2) Referensi endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks   wacana.
           b)   Substitusi (penggantian), diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda.
 c)   Konjungsi (perangkaian), adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.


         2)   Kohesi leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi:
               a)  Pengulangan atau repetisi
b)  Sinonimi
c)  Antonim
d) Hiponim
e)  Kolokasi

        c.   Koherensi
Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh. Adapun yang termasuk unsur-unsur koherensi meliputi penambahan (yang berupa: dan, juga, lagi pula, selanjutnya, dll.), repetisi atau pengulangan, pronomina, komparasi atau perbandingan, penekanan, simpulan.

















KESIMPULAN
Wacana adalah suatu suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat atau suatu rangkaian, yang bersinambung dari bahasa, yang lebih besar daripada kalimat dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata secara lisan atau tulis wacana yang kohesif dan koheren.
Jenis wacana mempunyai arti bahwa wacana itu memiliki ciri-ciri khas yang dapat dibedakan dari bentuk bahasa lain. Menurut Arifin (2012:22) berdasarkan pengklasifikasiannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu jenis wacana berdasarkan acuannya (wacana nonfiksi dan wacana fiksi), wacana berdasarkan bentuk penyajiannya (wacana deskriptif, argumentatif, naratif, eksplikatif, dan instruktif), dan wacana berdasarkan saluran komunikasi (wacana lisan dan tulisan).
Syarat-syarat wacana terbagi menjadi tiga, yaitu topik, kohesi dan koherensi. Topik dalam wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan tersebut akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada satu topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu tujuan. Kohesi diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh.












DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2012. Modul Teori dan Aplikasi Analisis Wacana. Dalam https://oldpasca.undiksha.ac.id (Diakses pada tanggal 08 Februari 2020)

Djajasudarma, Fatimah. 2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hayon, Josep. 2007. Membaca dan Menulis Wacana ; Petunjuk Praktis bagi Mahasiswa. Jakarta: PT. Grasindo.

Https://nurulhanamich1.blogspot.com/2015/06/syarat-syarat-wacana.htm (Diakses pada tanggal 10 Februari 2020)









Komentar

  1. Did you realize there's a 12 word phrase you can communicate to your man... that will trigger intense feelings of love and impulsive attractiveness for you buried within his chest?

    Because hidden in these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, look after and guard you with his entire heart...

    12 Words That Fuel A Man's Desire Impulse

    This impulse is so hardwired into a man's mind that it will drive him to try better than before to take care of you.

    In fact, fueling this mighty impulse is absolutely essential to achieving the best ever relationship with your man that the instance you send your man one of these "Secret Signals"...

    ...You'll immediately notice him open his heart and soul for you in a way he's never experienced before and he will identify you as the one and only woman in the world who has ever truly interested him.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perkembangan Peserta Didik Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karir, Kehidupan Berkeleuarga dan Penyesuaian Diri Remaja

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan dan Karier,Kehidupan Berkeluarga dan Penyesuaian Diri Remaja”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Kami harap makalah perkembangan perserta didik tentang “Tugas Perkembangan Kehidupan

makalah ke-pgri-an hubungan pgri secara vertikal dan horizontal

BAB I PENDAHULUAN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas sebagai berikut. 1. Bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal ? 2. Bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal ? 3. Bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat ? 4. Bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara vertikal . 2. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama PGRI secara horizontal. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan PGRI dengan pemerintah pusat. 4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan luar negeri dengan Educational International (EI) D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup makalah ini hanya membahas mengenai kerjasama PGRI secara vertikal, kerjasama PGRI secara horizontal, hubungan PGRI dengan pemerintah pusat serta membahas mengenai hubungan luar negeri dengan EI (Educational International). E. Man

Makalah Teori Sastra Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi,Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi

KATA PENGANTAR         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, Jenis-Jenis Puisi”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.           Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih ada   kekurangan   baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki makalah kami kedepannya. Diharap makalah teori sastra tentang “Hakikat Puisi, Struktur Bentuk Puisi, Batasan-Batasan Puisi, dan Jenis-Jenis Puisi” dapa